Meninggalkan diary bertulis tangan sebagai teman berbagi,
Menggantinya dengan ruangan sederhana ini...
Ruangan sederhana berlatar senja, Sebab aku mencintamu, Nja...
Ruangan sederhana berlatar biru, sebab aku mencintaimu, biru...
Ruangan qolbu tempatku menumpahkan segalanya...
Menumpahkan segala hal yang menggedor-gedor sukma...
Menuliskan segenap hikmah...
Meletakkan cerita yang kualami dalam sehari di sini...
di ruang qolbu maya sederhana ini...
Ini tentang mimpi yang kualami siang hari kemarin...
Entah mengapa, tanpa permisi... mimpi ini hadir dalam tidur siangku.... dalam tidur siang... Ckckckkckc...
Sampai hari ini, aku masih tak mengerti dan masih terus meraba makna tersembunyi di dalam mimpi aneh dan misterius menurutku itu.. Entahlah.. entah dia bermakna, atau tidak sama sekali... yang jelas, aku merasa itu adalah mimpi teraneh yang pernah kualami... selain aneh karena kejadian yang ada di dalamnya, mimpi itu juga menjadi aneh buatku, karena datangnya di dalam tidur siangku...
Dalam mimpiku itu...
Aku dipertemukan dengan dia, sebatang lelaki...
Sebatang lelaki yang kusebut ia kekasih, yang telah mengisi hati dan kehidupan ini selama tiga tahun belakangan ini, namun empat bulan ini... sesuatu membuat hubungan itu mengambang dan tiada kepastian, hingga aku bingung juga jenuh... bahkan ingin mengakhiri... ya... sangat ingin mengakhiri...
Dalam mimpiku itu, aku sedang tidur di kamarku... Posisiku tidur di dalam mimpiku itu, sama seperti posisi tidur siangku kemarin...Kala itu, dia berdiri di sisi tempat tidur sambil memandangku yang tengah tertidur... lalu perlahan, dia hendak meraih tanganku... Ketika tangannya telah hampir sampai meraih tanganku, dia lantas ingin menarik tangannya mengurungkan keinginannya itu... Tapi, belum sempat dia menarik tangannya, masih dalam keadaan mata tertutup, aku katakan padanya,
"Kenapa tidak jadi? Kalau ingin dekat, ya mendekat saja... jangan ragu." Kemudian dia meraih tanganku... Ketika dia meraih tanganku itu, aku merasa seperti dia benar-benar menyentuh tanganku... bahkan ketika aku terbangun, dan dia memelukku, aku masih merasakan pelukan itu juga seperti nyata... aku benar-benar bisa merasakan tangannya dan pelukannya bukan seperti mimpi... seolah itu adalah dalam nyata... hingga aku menangis...ya... menangis...
Tapi anehnya, dalam mimpiku itu... Dia mengatakan bahwa yang bisa melihat dan menyentuhnya kala itu hanya aku... Namun ternyata tidak... Ternyata ayah dan ibuku bisa melihat dirinya... dia pun kebingungan... Ayah mengusirnya kemudian... Entahlah... mimpi itu begitu aneh... sangat aneh... Entah apa makna yang dibalik hadirnya, aku juga tak tahu... Atau ia hanya bunga tidur belaka...
Mungkin, jika ada orang lain di sampingku ketika aku tidur siang kemarin, orang itu mungkin akan tahu apa yang aku katakan dalam mimpi itu... Bahkan mungkin dia juga akan tahu aku menangis... sebab ketika aku terbangun dari mimpi itu, aku merasa dadaku sesak... kurasakan mataku basah... ya... basah....
Mimpi ini pertanda apa, Ya Robb...???
Hemmm... Entahlah....
Aku hanya berdo'a... semoga kau selalu melindunginya... kau selalu memberi kesehatan dan melimpahkan rezeki untuk sebatang lelaki itu...
Semoga mimpiku ini bukan pertanda buruk baginya, Ya Robb...
Ya Robb...
Hilangkan keragu-raguan dalam hati ini...
Seperti pinta dalam tiap do'aku, jika dia memang bukan adam yang kau ciptakan untuk menjadi imam dan menyempurnakan rembulan separohku menjadi purnama, maka jauhkanlah dia Ya Robb... dan beri petunjuk bagiku... beri petunjuk bagiku untuk dapat memutuskan mana yang terbaik untukku, Ya Robb...
Tapi, jika memang dia...
Maka dekatkanlah kami dengan cara yang baik... dan segala hal yang baik...
**080513
Masih meraba makna mimpi itu...
Entah mengapa, tanpa permisi... mimpi ini hadir dalam tidur siangku.... dalam tidur siang... Ckckckkckc...
Sampai hari ini, aku masih tak mengerti dan masih terus meraba makna tersembunyi di dalam mimpi aneh dan misterius menurutku itu.. Entahlah.. entah dia bermakna, atau tidak sama sekali... yang jelas, aku merasa itu adalah mimpi teraneh yang pernah kualami... selain aneh karena kejadian yang ada di dalamnya, mimpi itu juga menjadi aneh buatku, karena datangnya di dalam tidur siangku...
Dalam mimpiku itu...
Aku dipertemukan dengan dia, sebatang lelaki...
Sebatang lelaki yang kusebut ia kekasih, yang telah mengisi hati dan kehidupan ini selama tiga tahun belakangan ini, namun empat bulan ini... sesuatu membuat hubungan itu mengambang dan tiada kepastian, hingga aku bingung juga jenuh... bahkan ingin mengakhiri... ya... sangat ingin mengakhiri...
Dalam mimpiku itu, aku sedang tidur di kamarku... Posisiku tidur di dalam mimpiku itu, sama seperti posisi tidur siangku kemarin...Kala itu, dia berdiri di sisi tempat tidur sambil memandangku yang tengah tertidur... lalu perlahan, dia hendak meraih tanganku... Ketika tangannya telah hampir sampai meraih tanganku, dia lantas ingin menarik tangannya mengurungkan keinginannya itu... Tapi, belum sempat dia menarik tangannya, masih dalam keadaan mata tertutup, aku katakan padanya,
"Kenapa tidak jadi? Kalau ingin dekat, ya mendekat saja... jangan ragu." Kemudian dia meraih tanganku... Ketika dia meraih tanganku itu, aku merasa seperti dia benar-benar menyentuh tanganku... bahkan ketika aku terbangun, dan dia memelukku, aku masih merasakan pelukan itu juga seperti nyata... aku benar-benar bisa merasakan tangannya dan pelukannya bukan seperti mimpi... seolah itu adalah dalam nyata... hingga aku menangis...ya... menangis...
Tapi anehnya, dalam mimpiku itu... Dia mengatakan bahwa yang bisa melihat dan menyentuhnya kala itu hanya aku... Namun ternyata tidak... Ternyata ayah dan ibuku bisa melihat dirinya... dia pun kebingungan... Ayah mengusirnya kemudian... Entahlah... mimpi itu begitu aneh... sangat aneh... Entah apa makna yang dibalik hadirnya, aku juga tak tahu... Atau ia hanya bunga tidur belaka...
Mungkin, jika ada orang lain di sampingku ketika aku tidur siang kemarin, orang itu mungkin akan tahu apa yang aku katakan dalam mimpi itu... Bahkan mungkin dia juga akan tahu aku menangis... sebab ketika aku terbangun dari mimpi itu, aku merasa dadaku sesak... kurasakan mataku basah... ya... basah....
Mimpi ini pertanda apa, Ya Robb...???
Hemmm... Entahlah....
Aku hanya berdo'a... semoga kau selalu melindunginya... kau selalu memberi kesehatan dan melimpahkan rezeki untuk sebatang lelaki itu...
Semoga mimpiku ini bukan pertanda buruk baginya, Ya Robb...
Ya Robb...
Hilangkan keragu-raguan dalam hati ini...
Seperti pinta dalam tiap do'aku, jika dia memang bukan adam yang kau ciptakan untuk menjadi imam dan menyempurnakan rembulan separohku menjadi purnama, maka jauhkanlah dia Ya Robb... dan beri petunjuk bagiku... beri petunjuk bagiku untuk dapat memutuskan mana yang terbaik untukku, Ya Robb...
Tapi, jika memang dia...
Maka dekatkanlah kami dengan cara yang baik... dan segala hal yang baik...
**080513
Masih meraba makna mimpi itu...
Selamat Malam, Sayang...
Bagaimana Kabarmu hari ini..?? Ah, mengapa pula kutanyakan ihwal kabarmu, padahal saban hari kita selalu bertemu dan bersijabat mata... bahkan berdialog dari malam, hingga dini hari...
Kau selalu membersamaiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau selalu memenuhi ruang hatiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau...
Kau acap menyita pikiran dan menyesakkan dadaku jika aku teringat akanmu...
Sayang...
Maafkan aku yang lalai... kerdil.. dan terlalu banyak menelantarkan sahabat karib kita yang bernama waktu, hingga aku lama membiarkanmu terkulai tak berdaya, tanpa kusentuh barang sedikit pun...
Betapa tak punya hati aku ini yah...
Padahal aku yang punya kepentingan denganmu, tapi malah aku menelantarkanmu...
Maafkan aku, sayang...
Harusnya,
janji itu purna tahun kemari di bulan 10...
Harusnya lagi,
Janji itu purna di bulan mei ini...
Namun karena sesuatu bernama ketakutan yang tanpa permisi sesuka hati agaknya telah memasang jeruji besi di hati dan pikiranku, hingga aku tak mampu melepaskan diri dari jeruji itu...
Aku tak berdaya sayang...
Tapi sekarang...
Aku janji...
Aku tak akan menelantarkanmu lagi...
Aku berjanji, akan memperjuangkan hubungan kita akan segera resmi di bulan oktober tahun ini...
Aku janji.. kita akan bersanding di panggung itu bulang oktober tahun ini...
Sedikit lagi, Sayang..
Ya... sedikit lagi...
Aku takkan menyianyiakan dan membiarkanmu lagi...
Cukup sudah...
Kepada Ibu yang kucintai..
Kepada Ayah yang kusayangi...
Maafkan aku yang belum bisa memenuhi janji...
Maafkan aku yang masih ingkar dan belum dapat membahagiakan ayahanda dan ibunda...
Aku ini memang bukan anak yang baik dan berbakti...
Tapi aku akan terus berusaha...
dan aku akan menghadiahkan sesuatu itu segera kepada kalian...
dan menghadirkan sesungging senyum di bibir ayah dan bunda... beriring air mata bahagian, karena aku telah berhasil besanding dengan Mr. S ku itu... dan memperindah namaku dengan tambahan S.P.d..
Semoga...
Sayangku...
Skripsiku sayang...
Aku mencintaimu...
Semoga kita bisa bersanding dan meresmikan hubungan kita di bulan oktober ini...
Bagaimana Kabarmu hari ini..?? Ah, mengapa pula kutanyakan ihwal kabarmu, padahal saban hari kita selalu bertemu dan bersijabat mata... bahkan berdialog dari malam, hingga dini hari...
Kau selalu membersamaiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau selalu memenuhi ruang hatiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau...
Kau acap menyita pikiran dan menyesakkan dadaku jika aku teringat akanmu...
Sayang...
Maafkan aku yang lalai... kerdil.. dan terlalu banyak menelantarkan sahabat karib kita yang bernama waktu, hingga aku lama membiarkanmu terkulai tak berdaya, tanpa kusentuh barang sedikit pun...
Betapa tak punya hati aku ini yah...
Padahal aku yang punya kepentingan denganmu, tapi malah aku menelantarkanmu...
Maafkan aku, sayang...
Harusnya,
janji itu purna tahun kemari di bulan 10...
Harusnya lagi,
Janji itu purna di bulan mei ini...
Namun karena sesuatu bernama ketakutan yang tanpa permisi sesuka hati agaknya telah memasang jeruji besi di hati dan pikiranku, hingga aku tak mampu melepaskan diri dari jeruji itu...
Aku tak berdaya sayang...
Tapi sekarang...
Aku janji...
Aku tak akan menelantarkanmu lagi...
Aku berjanji, akan memperjuangkan hubungan kita akan segera resmi di bulan oktober tahun ini...
Aku janji.. kita akan bersanding di panggung itu bulang oktober tahun ini...
Sedikit lagi, Sayang..
Ya... sedikit lagi...
Aku takkan menyianyiakan dan membiarkanmu lagi...
Cukup sudah...
Kepada Ibu yang kucintai..
Kepada Ayah yang kusayangi...
Maafkan aku yang belum bisa memenuhi janji...
Maafkan aku yang masih ingkar dan belum dapat membahagiakan ayahanda dan ibunda...
Aku ini memang bukan anak yang baik dan berbakti...
Tapi aku akan terus berusaha...
dan aku akan menghadiahkan sesuatu itu segera kepada kalian...
dan menghadirkan sesungging senyum di bibir ayah dan bunda... beriring air mata bahagian, karena aku telah berhasil besanding dengan Mr. S ku itu... dan memperindah namaku dengan tambahan S.P.d..
Semoga...
Sayangku...
Skripsiku sayang...
Aku mencintaimu...
Semoga kita bisa bersanding dan meresmikan hubungan kita di bulan oktober ini...
Tuhan,
Bagaimana hendak ku katakan ampun padaMu
Untuk semua alpa yang ku perbuat
Sementara tiap detik, kembalik aku dibutakan nafsu dunia
Tuhan,
Dengan
apa aku bermohon padaMu
Agar
kiranya Engkau kasihi aku yang berlumur dosa ini
Padahal beribu kesalahan terlah ku uraikan
Tuhan,
Kelak ketika pengadilan terakhir tiba,
Ketika waktu berhenti
berotasi pada porosnya
Aku tidak ingin jadi pendusta yang menghuni neraka
Tapi
tuhan,
Aku tak
berani masuk ke surga,
Bahkan
mencium baunya pun aku tak pantas
Karena
aku ini hamba yang multi dosa
Namun Tuhan,
Satu yang selalu ku yakini,
Walau beribu kesalahan ku lakukan,
Seribu ampunan kan kau berikan
Selama belum tertutup pintu ampunMu
Tuhan,
**RuangQolbu Lailatussaidah**
Tulisan ini pernah kuposting di blog yang satu lagi, yang sudah lama kutinggalkan...
Tapi aku ingin memostingnya lagi di rumah baru kita, Nja...
Kali ini... Tentang Manda..., Sahabat kecilku... yang kini sudah tenang di alam sana...
DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra,
Sahabat kecilku yang selalu mengisi hari-hariku. Aku kenal dia sejak duduk di bangku sekolah dasar. Aku selalu bermain bersama dan tertawa bersamaya. Manda, itulah panggilan akrabnya. Dia sahabat yang selalu mengatakan bahwa aku adalah orang yang pelit. Namun setiap dia berkata begitu, aku hanya tersenyum sambil mengatakan, “Aku nggak pelit, cuma malas ngasih aja”. Manda sering datang ke rumahku, begitu pula aku sering main ke rumah Manda. Jarak rumah kami trebilang dekat. Ayah, kakak, adik, dan abang Manda sudah sangat mengenal aku dekat. Begitu Pula keluargaku [un telah mengenal dekat Manda sahabatku. Aku dan dia selalu curhat ketika bertemu. hmm, Laki-laki dan pacar… itulah topik utamanya…
Dia Sahabatku,
Waktu mengajakku menjadi seorang akhwat. saat itulah aku dan dia tidak terlalu akrab. Dunia kami sudah berbeda, dia dengan kemoderanannya, sedang aku dengan segudang aktivitasku sebagai aktivis dakwah. Walau begitu, setiap bersepapasan di jalan, kami saling tersenyum dan bertegur sapa.
Dia sahabatku,
Dua kali lebaran aku tidak berkunjung ke rumahnya. Ah, maafkan aku kawan. bukan tak hendak aku datang, tapi ada segan dalam hatiku, juga canggung karena kita sudah lama tak bersimukaan secara dekat…
Dia sahabatku,
Senang hatiku mendengar berita bahwa dia akan menikah. akhirnya dia temukan pangeran impiannya itu. Bertunanganlah ia. Bahkan sampai dia bertunangan pun aku tak mengahdirinya…
tapi, biarlah rasa senang dan doa ku kirimkan lewat semilir rindu…
Dia Sahabatku,
13 November itu.. saat aku sedang latihan musikalisasi puisi,
Ibu menelponku dan mengatakan sebuah kabar duka padaku…
kabar duka yang bagai petir di siang bolong…
“Ira, Manda Meninggal…”
Hendak jatuh handphoneku saat itu…
Alloh, ingin rasanya aku segera pulang dan datang ke rumah duka
tapi apalah daya, aku tak bisa…
Undangan sudah di cetak, tempat tidur sudah di antar, semua perangkat telah di persiapkan, pakaian juga sudah selesai dijahit…
tapi rencana tinggal rencana…
26 Desember akhirnya hanya tinggal kenangan…
Pangeranmu itu, Manda…
Betapa setia dia mendampingimu disebelahmu,
sambil sesekali dia terisak, kemudian menatap dan mengusap lembut kepalamu…
sesekali disekanya air matanya…
lalu dilantunkannya ayat Alloh…
DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra…
Alloh, berikan dia tempat yang paling nyaman di sisimu…
(teruntuk sahabatku, Amanda Zahra
22 Juli 2010, Wafat 13 Desember 2010, dua minggu sebelum kau menuju pelaminan…
Tapi aku ingin memostingnya lagi di rumah baru kita, Nja...
Kali ini... Tentang Manda..., Sahabat kecilku... yang kini sudah tenang di alam sana...
DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra,
Sahabat kecilku yang selalu mengisi hari-hariku. Aku kenal dia sejak duduk di bangku sekolah dasar. Aku selalu bermain bersama dan tertawa bersamaya. Manda, itulah panggilan akrabnya. Dia sahabat yang selalu mengatakan bahwa aku adalah orang yang pelit. Namun setiap dia berkata begitu, aku hanya tersenyum sambil mengatakan, “Aku nggak pelit, cuma malas ngasih aja”. Manda sering datang ke rumahku, begitu pula aku sering main ke rumah Manda. Jarak rumah kami trebilang dekat. Ayah, kakak, adik, dan abang Manda sudah sangat mengenal aku dekat. Begitu Pula keluargaku [un telah mengenal dekat Manda sahabatku. Aku dan dia selalu curhat ketika bertemu. hmm, Laki-laki dan pacar… itulah topik utamanya…
Dia Sahabatku,
Waktu mengajakku menjadi seorang akhwat. saat itulah aku dan dia tidak terlalu akrab. Dunia kami sudah berbeda, dia dengan kemoderanannya, sedang aku dengan segudang aktivitasku sebagai aktivis dakwah. Walau begitu, setiap bersepapasan di jalan, kami saling tersenyum dan bertegur sapa.
Dia sahabatku,
Dua kali lebaran aku tidak berkunjung ke rumahnya. Ah, maafkan aku kawan. bukan tak hendak aku datang, tapi ada segan dalam hatiku, juga canggung karena kita sudah lama tak bersimukaan secara dekat…
Dia sahabatku,
Senang hatiku mendengar berita bahwa dia akan menikah. akhirnya dia temukan pangeran impiannya itu. Bertunanganlah ia. Bahkan sampai dia bertunangan pun aku tak mengahdirinya…
tapi, biarlah rasa senang dan doa ku kirimkan lewat semilir rindu…
Dia Sahabatku,
13 November itu.. saat aku sedang latihan musikalisasi puisi,
Ibu menelponku dan mengatakan sebuah kabar duka padaku…
kabar duka yang bagai petir di siang bolong…
“Ira, Manda Meninggal…”
Hendak jatuh handphoneku saat itu…
Alloh, ingin rasanya aku segera pulang dan datang ke rumah duka
tapi apalah daya, aku tak bisa…
Undangan sudah di cetak, tempat tidur sudah di antar, semua perangkat telah di persiapkan, pakaian juga sudah selesai dijahit…
tapi rencana tinggal rencana…
26 Desember akhirnya hanya tinggal kenangan…
Pangeranmu itu, Manda…
Betapa setia dia mendampingimu disebelahmu,
sambil sesekali dia terisak, kemudian menatap dan mengusap lembut kepalamu…
sesekali disekanya air matanya…
lalu dilantunkannya ayat Alloh…
DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra…
Alloh, berikan dia tempat yang paling nyaman di sisimu…
(teruntuk sahabatku, Amanda Zahra
22 Juli 2010, Wafat 13 Desember 2010, dua minggu sebelum kau menuju pelaminan…
Ibu
saya bernama Masyitah Pasaribu. Beliau lahir di kota Sibolga pada tanggal 2
November 1969. Tanggal ulang tahun ibu sama seperti salah satu aktor film India
idola saya yaitu Shahrukh Khan. Sejatinya, marga pasaribu itu bukanlah marga
asli ibu. Kalau saja kakek dari ibu tidak pernah mendapatakan penghargaan
karena telah berjasa pada kota Sibolga, mungkin marga pasaribu itu takkan
pernah melekat di belakang nama ibu. Sejatinya, marga ibu adalah Khan, sebab
kakek dari ibu adalah orang Pakistan
asli. Makanya, kalau saya katakan pada teman-teman bahwa saya orang batak,
tidak akan ada yang percaya. Sebab yang mereka percayai bahwa saya ini berdarah
India, timur tengah, bahkan sempat ada yang mengatakan kalau saya ini orang
Aceh. Saya tidak menyalahkan kalau mereka mengatakan saya demikian, sebab saya
memang ada darah India dan Pakistan yang saya bawa dari ibu. Bagi saya, Ibu
adalah segalanya. Kalau ada orang yang menanyakan pada saya ‘Siapa perempuan
yang paling cantik di dunia ini?’ maka saya akan menjawab ‘Ibu saya!’.
Tidak salah kalau saya mengatakan
ibu saya adalah perempuan paling cantik sejagad. Saya akui, ibu memang cantik.
Secantik aktris India legendaris Hema Malini, secantik wajah ratu Mumtaz Begum
Delhavi, istri dari raja Syah Jehan yang karena cintanya pada ratu Mumtaz
sampai mendirikan bangunan megah yang sampai saat ini kita kenal bernama Taj
Mahal, dan kalau di bandingkan dengan aktris India favorit saya, Aishwarya Rai,
ibu saya jauh lebih cantik. Jika Aishwaya adalah mantan Miss World 1994, maka
ibu saya adalah ratu sejagad selamanya. Sejak beberapa tahun yang lalu, ibu
berjualan di warung untuk membantu perekonomian keluarga kami. Usia saya saat
itu masih lebih kurang delapan tahun. Ibu berjualan dari pagi hingga malam.
Kalau pagi, biasanya ibu berjualan dari pukul 06.00 sampai pukul 11.00, setelah
itu ibu istirahat dan kemudian buka lagi setelah ashar sampai menjelang
maghrib, setelah maghrib buka lagi sampai pukul 21.30. Setelah berjualan di
pagi hari, ibu pulang ke rumah, mencuci, dan memasak. Saya sebenarnya kasihan
melihat ibu yang bekerja siang malam. Apalagi kalau ibu sering mengeluh
badannya sakit-sakitan, dan tangannya pegal-pegal karena kebanyakan memarut
kelapa setiap hari. Belum lagi mengurusi pembeli dengan beraneka ragam
karakternya, mengurusi pembeli yang banyak hutangnya, dan memikirkan uang untuk
belanja warung. Ibu saya adalah orang yang memiliki pribadi yang sangat saya
idolakan. Ibu tidak seperti ibu-ibu kebanyakan yang selalu menggosip kesana
kemari, seperti ibu-ibu yang sering belanja di warung kami. Kalaupun ada yang
menggosip pada ibu, ibu hanya menanggapinya dengan biasa-biasa saja.
Setelah memasuki usia empatpuluh,
saya merasa ibu semakin tua semakin suka marah dan suka merepet. Terkadang saya
merasa jengkel mendengar ibu marah-marah dan merepet. Tapi, walaupun begitu
saya sangat menyayangi beliau. Ada satu bakat yang di turunkan ibu pada saya,
yakni jago baca puisi dan pidato. Waktu masih di bangku sekolah dasar dan SMP
dulu, ibu sering menjuarai lomba pidato, baca puisi, dan baca prosa se-Sibolga.
Ibu pernah mencoba melamar jadi PNS di kantor DEPNAKER dan juga test
kepegawaian di Kodam I/BB, tapi keduanya tidak lulus. Padahal sewaktu ikut test
kepegawaian di Kodam itu, ibu tinggal mengikuti satu test lagi yaitu pantohir.
Tapi lagi-lagi segalanya butuh uang. Tapi saya bersyukur ibu tidak jadi pegawai
dan orang kantoran, sebab saya lebih suka ibu yang sekarang. Kalau ibu bekerja
di kantor mana mungkin ada waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Yang paling
membuat saya bangga dengan ibu adalah suaranya yang merdu saat membaca al-qur’an
dengan menggunakan lagu. Ibu adalah salah satu qori’ah terbaik di kota Sibolga.
Ibu sering juga menjuarai lomba MTQ se-Sibolga. Dulu sebelum sibuk berjualan,
ibui selalu menyempatkan diri untuk mengaji sehabis shalat maghrib. Tapi
sekarang, ibu bahkan sudah tidak pernah lagi mengaji. Pernah suatu hari saya
katakana kalau saya rindu dengan alunan suara ibu yang indah saat mengaji, ibu
menjawab ‘Sebenarnya ibu ingin sekali mengaji sehabis maghrib, tapi setiap
hendak mengaji selalu saja waktunya tidak tepat, karena ibu harus menjaga
warung’ kata ibu. Satu kesamaan antara saya dan ibu adalah sama-sama punya
banyak piala. Satu hal yang sangat saya takutkan adalah, jika suatu saat Allah
mengambil beliau dari saya. Kalau di Tanya ‘Siapa sumber kekuatan saya dalam
menghadapi hidup ini?’ maka jawabannya adalah ‘Ibu saya!’.
Masa
balita adalah masa yang sulit bagi ibu untuk mengasuh saya. Betapa tidak,
ketika balita saya sering sekali bertingkah nakal dan membuat ibu emosi dan
marah. Ibu sering mengurung saya di kamar tidur dan kamar mandi karena jengkel
melihat kenakalan saya. Layaknya seorang anak kecil, saya menangis, menjerit
dan meronta-ronta sambil memukul-mukul pintu jika ibu mengurung saya. Setelah
saya diam dan agak tenang barulah ibu mengeluarkan saya dari dalam kurungan.
Kenakalan
saya tidak hanya sampai di situ saja. Saya pernah memasukkan sebutir gabus ke
dalam hidung saya. Gabus itu sempat lama bersemayam di dalam hidung saya,
sampai mengeluarkan bau busuk. Berbagai usaha telah di lakukan ayah dan ibu
untuk mengeluarkan gabus itu dari dalam hidung saya, sampai-sampai mereka membawa
saya ke dokter spesialis THT. Dokter mengatakan untuk mengeluarkan gabus yang
telah membusuk itu hidung saya harus di operasi. Tetapi, ayah tidak mau kalau
saya harus di operasi. Akhirnya, pada malam itu, terjadilah peistiwa yang tidak
pernah di sangka dan tidak pernah di duga. Ayah mengambil sebatang kawat,
kemudian membengkokkannya dan menyuruh saya berbaring di tempat tidur. Dan…,
ayah lalu mencungkil hidung saya dengan kawat tersebut. Saya menjerit
kesakitan. Subhanallah, ternyata aksi nekat ayah itu membuahkan hasil. Gabus
busuk itu berhasil di keluarkan dari hidung saya. Ternyata operasi bukanlah
jalan keluar satu-satunya. Ayah memang hebat.
Ibu
bilang walaupun nakal saya juga pintar. Proses tumbuh kembang saya juga relativ
cepat. Saya sudah bisa berjalan sejak usia 1 tahun. Memasuki usia 3 tahun, saya
sudah mampu berhitung angka 1 sampai 10
dalam bahasa Indonesia bahasa Inggris serta menyebutkan huruf-huruf
abjad.
Beberapa
tahun silam, tepatnya hari Minggu 25 Maret tahun 1990 pukul 01.30 wib, di
sebuah rumah di Jalan Pulo Rembang, kelurahan Pasar Belakang kota Sibolga,
tangis seorang bayi perempuan pecah di sambut bahagia oleh kedua orang tua dan
seluruh keluarganya. Bayi perempuan itu terlahir dengan berat 55 Kg dan panjang
3,5 cm, melalui proses persalinan normal dengan bantuan bidan dari BKIA Raso
Sibolga. Bayi itu adalah saya…, Lailan Syafira. Saat ibu mengandung saya, ibu
mengatakan kalau beliau sempat muntah darah dan kerap kali sakit-sakitan. Apalagi
saat melahirkan saya ke dunia ini, ibu juga mengatakan banyak sekali darah yang
beliau keluarkan demi berjuang mengeluarkan saya agar saya dapat menatap dunia
ini. Cerita-cerita ibu inilah yang membuat saya sangat menyayangi ibu dan
berjanji takkan pernah menyakiti hatinya.
Saya
adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang terdiri atas dua orang perempuan
dan satu orang laki-laki. Jarak umur antara saya dan adik-adik cukup jauh. Saya
dan adik yang kedua berjarak empat tahun, sedangkan dengan adik yang ketiga
berjarak sembilan tahun. Cukup jauh bukan? Saya pernah menanyakan kepada kedua
orang tua saya mengapa mereka memberi saya nama Lailan Syafira. Mengapa saya
tidak di beri nama yang mengandung nama kedua orang tua saya seperti nama kedua
adik saya yang membawa nama ayah dan ibu di dalam namanya. Karena hal itu saya
sempat berpikir kalau saya ini bukan anak kandung ayah dan ibu. Tapi, ketika
mendengar jawaban ibu dan ayah saat itu, saya jadi lega dan bersyukur ternyata dugaan
saya itu salah. Nama Lailan Syafira itu di peroleh kedua orang tua saya dari
nama seorang murid perempuan ayah di SMP Panca Budi. Lailan Syafira berarti
musyafir malam atau perjalanan malam.
Sebenarnya, ada empat nama pilihan lagi
yang akan di jadikan ayah sebagai nama saya waktu itu. Ini saya ketahui ketika
saya membaca agenda ayah yang di dalamnya tertuliskan hari, tanggal, jam
kelahiran saya beserta pilhan nama. Setelah di lakukan pertimbangan dan
pemilihan yang benar-benar terbaik, maka terpilihlah sebuah nama yaitu Lailan
Syafira.
Langganan:
Postingan (Atom)