Jumat, 06 Desember 2013 4 komentar

Digital Library Unimed : Syurga Baca Terbaru di Kawasan Kampus Hijau


Kali ini, Saya akan bagikan hasil keliling-keliling saya di gedung terbaru, tempat terbaru di kampus saya tercinta, Unimed. Ya, tempat itu adalah Perpustakaan Digital atau bahasa tetangga sebelah jurusan saya Digital Library. 

Sejatinya, ini adalah kali pertama alias perdana Saya menginjakkan kaki di gedung yang katanya merupakan perpustakaan digital terbesar di Indonesia (kalau saya tidak salah begitu). Padahal tempat ini telah lama selesai. Sayanya saja yang jarang-jarang datang ke kampus, sampai-sampai baru kemarin pagi-siang bisa menyambangi tempat yang amazing ini. Maklum MSS (Mahasiswa Sibuk Skripsi), Hehehe.

Saya sebut tempat ini syurga baca, karena memang sejatinya di tempat ini kita bukan hanya merasa nyaman untuk membaca, tapi kita juga akan dibuat takjub dengan tampilan beranda depannya, fasilitasnya, sampai furnitur-furnitur yang ada di dalam gedung ini. Penasaran?!! Yuukkk disimak!

Kita mulai dari nol ya.... (Jadi teringat slogan iklan badan perminyakan Indonesia. Hehehhe)


Pelataran Depan Digilab Unimed

Nah, foto yang sedang kawan-kawan lihat ini adalah tampilan pelataran beranda gedung Digital Libarary ini. Gedung ini sendiri terdiri atas 5 lantai. Ketika memasuki areal ini, kita akan disuguhi pemandangan yang membuat kita berdecak kagum. Bagaimana tidak, pelataran gedung ini sangat luas. Bunga-bunga dan tanaman hias tertata rapi, ada kolam buatan yang riak airnya meneduhkan dan menyejukkan mata, dan ini yang unik, di pelataran halaman ini ada gundukan-gundukan terbuat dari semen yang bentuknya serupa tempat penontong panggung pertunjukan, yang di undak-undakan itu kita bisa duduk sekedar santai, mencari inspirasi, bahkan mengerjakan tugas. Di pelataran ini pula banyak mahasiswa yang bernarisis ria fot sana foto sini, baik foto sendirian, ataupun yang gerombolan bersama teman-teman. Oke, sekarang kita masuk ke dalam ya!


Replika Digital Library Unimed



Salah Satu Bagian di Lantai 1
Di lantai 1 begitu memasuki gedung digilab kita akan disajikan pemandangan seperti yang terlihat di foto di atas. Foto pertama adalah foto replika gedung digilab sendiri. Sebagaimana biasa bangunan gedung, pastinya akan ada replika gedung tersebut yang pastinya di desain oleh seorang arsitek yang handal, sehingga terciptalah sebuah gedung digilab yang indah dan mengagumkan bagi siapapun yang berkunjung dan melihat. Kalau foto di bawahnya ini, nah, begitu kita berada di pintu masuk, di depan mata kita akan terlihatlah sudut yang ada di dalam foto ini. Bagaimana? Sudah mulai takjub? Hehehhe. Tahan dulu. Masih ada bagian-bagian lain yang akan semakin membuat teman-teman ingin datang berkunjung ke digilab ini. Oke, mari kita lanjut!
 Ruang Baca dan Diskusi yang Adem
Masih di lantai 1. Selain di ruang yang berjajar rak-rak buku, di gedung ini juga disediakan tempat khusus untuk kita yang mau membaca dengan suasana yang lebih nyaman dan tidak dikelilingi oleh rak-rak buku. Ruangan ini disebut ruang baca dan diskusi. Selain membaca, di dalam ruangan ini juga disediaan tempat untuk kita berdiskusi dengan teman-teman dengan suasana yang kondusif dan nyaman. Nah, mau lihat tempat selanjutnya? Oke, selanjutnya kita ke locker room alias tempat penyimpanan tas dan barang-barang bawaan. 

Locker Room dan Lockernya

Kalau biasanya kita ke perpustakaan setiap akan menitipkan barang kita selalu menjumpai petugas penitipan barang terlebih dahulu, kemudian menyerahkan kartu mahasiswa, dan lalu si petugas akan memberikan kita kunci dan nomor locker kita, maka kalau di digital library hal itu sudah tidak ada. Jangan khawatir, tidak akan kita temukan wajah petugas penjaga yang tidak mengenakkan dan ketus saat akan menitipkan barang bawaan kita. Cukup hanya tinggal masuk ke ruangan loker, kemudian cari loker yang masih kosong. Bagaimana kita tau lokernya masih kosong? Nah, untuk mengetahui loker mana yang kosong, kita harus gunakan kartu perpustakaan Unimed yang telah dilengkapi dengan barckode. Di masing-masing loker sudah ada detektor yang ketika kita tempelkan kartu perpustakaan sebagai ID kita akan secara otomatis loker akan membacanya. Kalau loker penuh, akan ada tulisan "All locker has full." Tapi kalau lokernya kosong, ketika kita meletakkan barcode di kartu perpustakaan di detektor, lalu kita tekan OK, maka akan keluar tiket seperti ini, diiringi suara otomatis dari loker "Please put your ticket." dan pintu loker pun akan terbuka. Canggih bukan?
Tiket Barcode Locker
Perlu diketahui, ticket barcode yang kita miliki tidak boleh sampai hilang. Kalau sampai hilang, maka kita tidak akan bisa mengambil barang kita di dalam loker. Karena untuk membuka kembali loker dan mengambil barang kita, kita harus gunakan barcode yang tertera di tiket. Satu lagi, tiket ini hanya bisa digunakan sekali saja untuk membuka loke. Jadi, sebelum beranjak dari locker room menuju ruang buku, ada baiknya lengkapi betul-betul benda apa saja yang kira-kira ingin teman-teman bawa. Adapun benda yang boleh di bawa adalah hanya laptop dan pena. Kalau kita ingin catatmencatat, petugas sudah menyediakan kertas yang boleh diambil sesuka hati seperlu kita. Jika kita sudah menggunakan untuk membuka sekali dan kita tutup lalu kemudian kita buka lagi ketika kita hendak meninggalkan digilab, maka kita harus minta bantuan petugas di locker room untuk membuka kembali. 

Nah, sekarang waktunya kita masuk ke ruangan dalam. Sebelum kita masuk ke ruangan koleksi buku, terlebih dahulu kita harus mengecek status keanggotaan atau bisa dibilang medaftar dengan cara meletakkan barcode ID yang ada di kartu perpustakaan ke detektor di dekat komputer yang berada tepat di samping kanan pintu masuk menuju ruang koleksi buku. Hal baru terobosan Unimed lainnya di dalam digital library ini adalah alat pendeteksi maling yang jikalau ada orang yang diam-diam membawa buku tanpa sepengetahuan petugas, maka alat itu akan berbunyi. Yah, seperti di pusat-pusat perbelanjaan ataupun sarana publik yang telah memakai alat semacam itu.

Kita menuju ke lantai selanjutnya...

Di lantai atas, barulah kita dapat melihat pemandangan sesungguhnya di dalam gedung digital library ini. Ya, pemandangan rak-rak buku yang berjejer rapi dan di kelompokkan sesuai dengan kriteria buku. Kalau di perpustakaan Unimed yang lama kita tidak begitu nyaman, lain halnya bila kita berda di dalam digital library ini. Kalau sudah berada di dalam, rasanya kita betah dan tidak ingin beranjak. Selain untuk mencari, dan membaca buku, digital library ini juga sangat kondusif digunakan bagi kita yang ingin sekedar sendirian mencari inspirasi ataupun ketenangan dalam mengerjakan ataupun mencari ide. Karen di sini di sajikan banyak tempat duduk yang membuat kita nyaman dan tenang, di tambah lagi dengan adanya musik-musik klasik yang mengalun dari speaker yang tertempel di tiap sudut ruangan yang semakin menambah kenyamanan kita.

Berada di dalam digital library ini, kita seperti berada di dalam perpustakaan luar negeri, Jepang misalnya. Karena suasana, penataan, interior, dan segala hal yang ada di dalamnya sangat-sangat bagus, rapi, dan menandakan bahwa itu adalah digilab terbaik yang pernah ada, khususnya di kota Medan ini. Ruangannya juga sangat kondusif. Jika kita ingin terhindar dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi atau kita ingin sekedar menyendiri mencari ide dan ispirasi, kita bisa mecari sudut yang paling enak, di mana telah tersaji bangku dan meja di sana yang akan semakin membuat kita nyaman.

Nah, biar teman-teman nggak penasaran sama isi dalam gedung digilab ini, nih saya bagikan foto-foto yang berhasil saya abadikan dari hasil keliling-keliling saya di digital library kemarin. Lets check this out! ^_^

 Ruang Koleksi Cetak

 Rak Buku yang Tersusun Rapi Berdasarkan Kategori


 Di Sudut inilah kita bisa menikmati suasana tenang dan kondusif









                                                           



Yang panjang berdiri tegak dan ada tulisan itu adalah kategori buku


Suasananya seperti di luar negeri, bukan? ^_^


 Komputer Online untuk mempermudah mengakses koleksi


Kalau foto yang ini nih, foto narsis-narsisan saya selama keliling dan jeprat-jepret di dalam digital library Unimed ini ^_^




 Sok serius baca yaaaakkk ^_^


 Numpang eksis di depan gambar sejarah sekolah-sekolah zaman penjajahan di Medan ^_^


  Membaca sejarah UPT Perpustakaan Unimed

Narsis lagi di pelataran ^_^


Gimana? Teman-teman tertarik untuk berkunjung dan menikmati syurga baca terbaru di Unimed ini?  Jika kawan-kawan mahasiswa Unimed, kawan-kawan bisa langsung datang untuk menikmati fasilitas di digital library ini. Nah, bagi teman-teman yang bukan mahasiswa Unimed, kawan-kawan jangan takut, teman-teman hanya tinggal mencari teman dekat atau kenalan di Unimed untuk bisa menikmat fasilitas yang amat sangat bagus dan bermanfaat untuk menunjang akademik kita, terutama dalam hal mencari literatur, baik untuk kuliah, yang sedang skripsi, sedang thesis, disertasi, atau sekedar mengerjakan tugas dan berdiskusi maupun mencari inspirasi dan ketenangan dari segala keributan yang mengganggu. Bukan hanya dipakai untuk tempat narsis-narsisan foto sendirian ataupun bersama teman-teman. Boleh saja, tapi tetap kembali fungsikan digilab ini sebagaimana fungsinya ya... ^_^

Mudah-mudahan bermanfaat ^_^
Terimakasih, syukria, syukron, arigato, thank you ya! ^_^

07 Desember 2013
01.09 dini hari
>>






                                 




Jumat, 15 November 2013 0 komentar

Re Post : Dowry Sytem di India



Ceritanya kemarin Saya dengan salah seorang Kakak berbincang soal maskawin ala India pada sebuah postingan di FB, yang kemudian dari komentar teman lain Saya ketahui sistem itu disebut DOWRY. Kemudian Saya blogwalking, bertemulah kemudian saya dengan salah satu blog yang isinya bagus membahas tentang Dowry tadi. Dan sebagai seorang dari keturunan India dari sebelah Ibu, Saya rasa adalah hal yang penting bagi Saya mengetahui dan membagikan pengetahuan tentang Dowry ini. Ini dia isi bahasannya. Silakan dibaca. Semoga bermanfaat ;)
>>>>>>>>>>>>>

Boy meets girl, boy falls in love with girl, boy and girl gets married…. Begitulah kira-kira gambaran ideal kita tentang sebuah pernikahan yang jadi awal terbentuknya rumah tangga. Tapi cerita macam itu sepertinya sangat sulit ditemui di India. Di tengah maraknya modernisasi di berbagai bidang, masyarakat India masih berpegang teguh pada tradisi perjodohan (arranged marriage). Orang tua menjadi pihak yang paling berhak menentukan dengan siapa anak-anak mereka akan menikah. Yang terpenting bagi mereka adalah hubungan antara kedua keluarga, bahkan terkadang menjadi lebih penting dari hubungan pasangan yang akan dinikahkan itu sendiri. Pertimbangan yang umum adalah kedua keluarga berasal dari latar belakang social dan pendidikan yang sama, persamaan budaya, kebiasaan dan agama, serta memiliki reputasi yang baik.

Dahulu, seringkali pernikahan dilangusngkan ketika sang anak masih di usia sangat muda. Dengan alasan tersebut, mereka menganggap anak mereka belum mampu memilih sendiri pasangan yang tepat. Alasan lain adalah untuk mecegah sang anak memilih sendiri pasangannya yang dikhawatirkan tidak sederajat, atau dianggap bukan dari keluarga yang baik. Perkembangannya sekarang, walau sang anak telah berada di usia yang mapan dan dewasa, perjodohan tetap menjadi keharusan di India.

Masalah selanjutnya berkaitan dengan ‘Arranged Marriage” di India adalah dowry. Berbeda dengan yang biasanya terjadi di Indonesia (Muslim) dimana pihak lelaki akan menyerahkan mas kawin kepada wanita, di India pihak wanitalah yang memberikan mas kawin kepada calon suami. Walau ini dilakukan pemeluk hindu di India ini, saya pribadi tidak menganggap itu tradisi hindu, karena saya rasa, umat hindu di Indonesia tidak melakukan system dowry ini (-mohon diralat kalo salah-).

Sebetulnya awal mula dilakukan sistem dowry ini memiliki tujuan yang baik. Dowry dimaksudkan sebagai hadiah atau bekal dari orang tua kepada anak perempuannya yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Kekayaan hadiah ini kemudian bisa disimpan atau digumnakan untuk kebutuhan sang anak, jika saja dia tidak bekerja, atau sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada sang suami. Selanjutnya fungsi dowry ini berkembang sebagai bantuan biaya pernikahan. Belakangan fungsinya makin disalahgunakan oleh pihak suami beserta keluarganya. Seringkali tuntutan mereka atas dowry menjadi tak terkira. Dan pihak istri jarang sekali mendapatkan bagian dari dowry tersebut.

Biasanya jika pihak pria meberikan mas kawin sejumlah harta, ia mengharapkan mas kawin balasan sebanyak sepuluh kali lipat dari apa yang sudah ia belanjakan (misal 10 gram emas berarti akan mendapatkan paling tidak 100 gram emas). Semakin berkualitas sang pria (misalnya: dokter, insinyur, lulusan luar negeri, tampan dan kaya) maka harganya pun akan semakin mahal.

Yang jadi masalah, walau mas kawin udah dilunasi, kadang pihak suami... dan biasanya melibatkan seluruh anggota keluarga... masih menuntut ini itu dari pihak Istri. Domestic Abused secara fisik dan mental sering terjadi. Istri yang tidak kuat biasanya melakukan bunuh diri (tingkat bunuh diri di India termasuk tinggi) atau yang paling seram untuk dibayangkan…. si suami membakar Istri hidup-hidup bahkan ada juga yang dibakar bersama anaknya (jika anaknya perempuan). Tahun lalu bahkan ada kasus, si suami yang notabene adalah dokter dan seluruh keluarganya yg dokter semua menyuntikan virus aids ke istri dan bayi perempuannya (mereka positif HIV setelah 6 bulan sebelumnya test hasilnya negatif). Walaupun masih dalam penyelidikan benar atau tidak virus HIV bisa disuntikan... karena sampai sekarang suami dan keluarganya raib entah kemana.. Alasannya karena sang suami tidak cinta kepada istri dan ingin menikah dengan wanita lain. Dia menikahi istrinya dulu semata-mata karena dowry yang ditawarkan ayah sang istri.

Sebetulnya praktek dowry ini sudah dilarang oleh undang-undang di India sejak tahun 1961, tapi pada prakteknya tetap saja berlangsung hampir di setiap perkawinan, termasuk yang well educated.

Masalah dowry ini juga yang membuat tingkat aborsi bayi perempuan di sini tinggi. Kebanyakan orang tidak mau punya anak perempuan karena memang biayanya mahal. Makanya menanyakan jenis kelamin bayi saaat USG adalah tindakan yang melanggar undang-undang. Tapi sayangnya seperti juga sistem dowry, hal itu masih sering terjadi. Sensus tahun 2001 menyebutkan hanya terdapat 933 orang perempuan dari 1000 orang lelaki. Kasus Dowry Death sendiri konon mencapai 7000 kasus per tahun. Termasuk di dalamnya adalah kasus bunuh diri, pembakaran, kekerasan rumah tangga, dan beberapa ‘kecelakaan’ lainnya.

Percaya atau tidak selain penjara yang dikhususkan untuk menampung ibu-ibu mertua pelaku kejahatan dowry, disini ada lho Bank yang menyediakan fasilitas tabungan buat bekal anak perempuan menikah kelak. Jadi orang tua bisa mulai menabung sejak anaknya masih bayi.

Sebuah kisah menarik… Nisha Sharma, seorang mahasiswa komputer programing di New Delhi, Pada awal tahun 2003 pada saat umurnya menginjak 21 tahun akan menikah dengan seorang guru. Kedua belah pihak (dalam hal ini keluarga) bertemu melalui jasa matrimonial. Sebagai hadiah, sang ayah telah menyiapkan sebuah mesin cuci, dua buah kulkas, dua buah home theater system dan sebuah mobil sedan yang telah dikirim ke kediaman calon menantu, hasil dari menabung selama 10 tahun. Pada hari pernikahan, tepat sebelum ikrar pernikahan dimulai, ibu dari sang pria menuntut 25.000 USD. Mereka mengancam akan membatalkan pernikahan jika tuntutannya tidak dipenuhi. Ketika pihak orang tua Nisha menolak permintaan tersebut, mereka memukul ayah Nisha. Hal inilah yang membuat keberanian Nisha muncul… Pada saat itu juga dia menelpon polisi dan melaporkan tindakan calon keluarganya itu. Mempelai pria beserta orangnya akhirnya dipenjarakan. Nisha Sharma kemudian menjadi pahlawan karena keberaniannya menolak system dowry.

Tampaknya India memerlukan banyak Nisha Sharma yang berani menolak sistem yang telah mendarah daging ini. Jika tidak… mungkin Angka Dowry Death akan tetap tinggi.

Dikumpulkan dari berbagai sumber.
*Repost dari blog aprilisa.blogspot.com :) 
Senin, 12 Agustus 2013 0 komentar

Menanak Kesabaran Untuk Segores Tanda Tangan #3 (END)

Esok harinya,
Pukul 07.30 aku sudah berangkat dari rumah. Takut terlambat. Karena katanya, hari ini ada seminar di kampus, dan beliau menjanjikan bimbingan pukul 08.30. Begitu informasi yang saya dapatkan dari asisten beliau.

Sesampainya di kampus,
Aku kaget. Kampus masih lengang. Jurusan masih sunyi. Pintu-pintu masih terkunci. Dalam hati aku berkata, 'Sudah jam segini, masih sunyi? Apa iya ada seminar kalau jam segini saja masih sunyi.'

Ditunggu, ditunggu, ditunggu
yang ditunggu tak kunjung datang. Semakin lama jurusan semakin rama oleh mahasiswa yang tak lain juga menunggu beliau. Berhadapan dengan beliau memang butuh kesabaran ekstra. Itupun belum tentu dilayani dan dapat tandatangan. Padahal banyak mahasiswa yang menunggu beliau, termasuk aku tentunya. Kelewat letih menunggu, kuputuskan untuk masuk dan duduk di ruangan kelas. Ada beberapa teman juga yang menunggu di kelas waktu itu, sambil selonjor kaki atau setengah tidur. Rasa kantuk pun seketika menyergap mataku. Yang ditunggu sedari tadi masih belum muncul juga. Kuputuskan untuk berselonjor kaki di kursi, meletakan kepala di tangan kursi, dan ya, tau sendiri setelahnya apa yang terjadi. Hampir setengah jam aku tertidur, dan bangun ketika seorang kakak stambuk mengguncang kakiku.

"Dek, sudah datang beliau."

Setengah malas kubuka mata, dan menggeliat meluruskan badan dan kaki. Tepat pukul 10.00 beliau baru hadir. Itu pun tidak langsung melayani. Tidak ada tanda-tanda mau melayani kami semua. Alasannya ada tamu. Lama sekali kami menunggu, tapi tak juga ada kepastian.

Pagi merambat siang. Eh, beliaunya mau sholat dulu katanya. Oke ditunggu. Lantas, siang merambat sore. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Barulah beliau memanggil kami satu per satu. Tiba-tiba jantungku berdetakn kencang sekali. Harap-harap cemas agaknya. Aku tak henti berdoa dalam hati kala itu. Sampai akhirnya tibalah giliran namaku yang dipanggil oleh sang asisten. Aku pun masuk ke dalam ruangan beliau kemudian.

Di dalam ruangan beliau, jantungku terus berdegup. Semakin keras, hingga kakiku gemetaran, tanganku berkeringat. Aku pun duduk di kursi tepat di samping beliau. Beliau membolak-balik halaman proposalku. Jantungku makin tak karuan degupnya.

"Halaman 11. Sudah diperbaiki ini, Lailan?"  Tanya beliau kemudian. Kujawab lalu dengan anggukan. Melihatku hanya mengangguk, beliau lantas berkata.

"Jangan ngangguk aja! Iya, jawab iya!" Tanyanya lagi, sehingga membuatku sedikit terlunjak kaget.
"Ssssssuuddaaahhh, Bu." Jawabku tergagap.

Lantas, apa yang terjadi kemudian???
Beliau membalik lembar proposalku, dan Ya... Beliau menggoreskan sebuah tanda tangan di lembar pengesahan revisian propsalku. Degup jantung berganti dengan gemetar di dada. Gemetar karena bahagia.
Senang, senang sekali rasanya. Sera seperti dalam mimpi. Kucubit lenganku, ternyata memang bukan mimpi. Ini nyata! Ya, nyata! Bahka aku merasa seperti tidak menginjak bumi waktu itu. Rasanya seperti melayang dan merasa tubuh ini ringan sekali.

Akhirnya, penantian, kesabaran, dan doaku selama ini diijabah oleh Allah. 3 bulan yang berat dan menyakitkan akhirnya berbuah manis juga. Memang benarlah kiranya, bulan ramadhan adalah bulan penuh kebarkahan bagi seluruh ummat, termasuk buatku.

Tak hentinya kuucapkan syukur kepada Allah waktu itu. Keluar dari ruangannya, langsung kudatangi temanku. Aku melompat kegirangan dan senangnya bukan main. Begitu juga temanku itu.Teman seperjuangan yang juga lebih dulu ditandatangani proposalnya oleh beliau tapi sebelumnya merasakan pahit yang sama denganku.  Aku langsung meng-sms ibu memberitahu kabar bahagia itu. Alhamdulillah...

Hemmm,
Ada satu hal yang kuherankan hari itu, dosenku yang biasanya berdandan dengan polesan bedak dan pulasan lipstick di bibir, hari itu tak ada pulasan lipstick di bibir beliau. Mungkin saja karena puasa.

 Terima kasih yah, Bu dosen karena sudah menandatangani proposal saya. Maaf  kalau selama ini saya suka suuduzhon dengan ibu. Semoga Allah senantiasa melembutkan hati ibu dan memberi ibu kesehatan. Amiiinnn. ^_^

Dan karena berkah ramadhan, kekuatan do'a, dan kesabaran yang kutanak selama tiga bulan ini, akhirnya Allah memberikan bahagia itu kepadaku. Kesusahan itu pasti akan bisa terlewati, dan aku yakin itu. Dan Allah itu tak tidur. Dia melihat usaha dan mendengar doaku. Berkat kesungguhan dan tawakkal jugalah, akhirnya Allah menggerakkan tangan dan membukakan hati dosenku itu, hingga akhirnya proposalku di SAH kan juga, untuk akhirnya menjalani penelitian.

Dan kuharap,
Semoga setelah ini, kemudahan akan selalu, dan terus ada...
Semoga...


*Sabar itu pahit, tapi buahnya manis sekali....
Dan, percayalah pada kekuatan do'a, 
Ini kali ke dua aku merasakan betapa menakjubkannya sebuah do'a...

Medan, 130713
0 komentar

Menanak Sabar Untuk Segores Tanda Tangan #2

Lebih kurang satu jam menunggu di luar, akhirnya beliau selesai memberi bimbingan. Aku langsung berdiri dan bergegas mendekati beliau yang waktu itu berjalan menuju ruangannya. Aku membaca airmuka dan moodnya hari itu sepertinya bagus. Tapi entahlah. Lihat saja nanti, batinku kala itu.

"Ada apa?"
"Ini, Bu, saya mau menyerahkan yang kemarin."
"Tuh, ada kan kertasnya!"
"Iya, Bu. Ini tereslip di proposal anak 2009."
"Ya, saya nggak mau tau itu. Yang penting ada kan?!"

Hemmm, begitulah dosen. Kalau salah pun tau mau disalahkan. Tetap mahasiswa yang salah.
Waktu itu, aku berharap sekali agar propsalku ditantadangani. Tapi ternyata, kembali prosolaku direvisi untuk ke dua kalinya. Hemmm, okelah. Baru dua kali. Sabar saya mah.

Begitu menerima revisian, langsung kukerjakan. Selanjutnya kuantarkan kembali ke kampus. Eh, ternyata beliaunya sedang sibuk menguji seminar. Datang lagi, Eh, sedang sibuk menguji sidang. Rencananya mau datang lagi, Eh, beliaunya mau pulang kampung, karena waktu itu sudah menjelang ramadhan. Hemmm, baiklah, seminggu lagi mungkin beliau pulang, pikirku kala itu.

Dan, perkiraanku tepat. Seminggu setelahnya beliau pulang. Sudah puasa ramadhan tentunya. Ada informasi dari temanku bahwa selama puasa beliau agak malas membimbing dan jarang ke kampus. Tapi kalau tidak dicoba, mau sampai kapan begini terus? Akhirnya kuputuskan untuk datang ke kampus menyerahkan proposalku kembali. Sebelumnya aku telah mengirimkan sms kepada mahasiswa asisten beliau untuk menanyakan apakah beliau ada di tempat atau tidak.

Masukkan aja dulu proposal kakak. Nantika dipanggil. Kalau belum dimasukkan ya nggak dipanggil2lah, Kak.

Begitu balasan smsnya.
Jadilah hari itu aku datang ke kampus khusus hanya untuk menyerahkan dan memasukkan proposal kepada asisten beliau, dan sang asisten menyuruhku untuk datang kembali esoknya, pukul 08.30 wib. Sebab di jam tersebut ada bimbingan esok hari bersama beliau.

Sepulangnya dari kampus hari itu, aku tak henti berharap dan berdo'a agar esok proposalku ditandatangani.


0 komentar

Menanak Kesabaran Untuk Segores Tanda Tangan #1

Tulisan ini sebenarnya ingin kutuliskan jauh sebelum hari ini. Ini tentang pengalamanku selama tiga bulan lebih menunggu dan menanak sabar demi mendapatkan segores tanda tangan perngesahan proposal skrispi dari dosen penguji. Catat, dosen penguji, bukan dosen PS (Pembimbing Skripsi).

Aku sudah menemuinya sejak bulan April akhir untuk meminta revisian proposal setelah semiar dan mendapatkan tanda tangan di lembar persetujuan. Tapi, dari sejak akhir April itu, tak ada hasil yang kudapatkan. Malah aku harus pulang membawa kecewa dan membungkus air mata, jua menahan gemuruh yang  menggedor sukma, sehingga Ayah dan Ibu pun tak kuasa bertanya bagaimana hasil dan perkembangannya.

Melihat anak sulungnya bersedih, Ibuku yang lembut, cantik, dan baik hati agaknya paham akan gundah sedihku. Ibu kerap mencoba menyabarkanku, agar aku tak sampai frustasi karena hal ini, walaupun terkadang Ibu marah dan kesal juga karena skripsiku tak kunjung selesai, dan aku tak kunjung wisuda.

Kalian tau? Suatu waktu, Aku harus menunggu dosenku itu sampai harus melantai di depan kantor jurusan. Terkadang, beliau tidak ada di tempat. Kalaupun ada, beliau juga terkadang tak ingin ditemui. Ditambah lagi dengan kesibukannya yang harus tugas keluar kota ini, kota itu. Seminar sini, seminar situ. Plesir sini, plesir situ. Lengkaplah sudah penderitaanku menantinya, hanya untuk segores tandatangan.

Akhirnya, proposalku pun direvisi olehnya. Masih revisi. Catat, masih revisi. belum ditandatanganu. Wajar kalau sekali bertemu direvisi. Tapi yang membuatku pusing adalah coeretan revisiannya dengan tulisan yang tak jelas, yang semakin membingungkan dan membuat kepalaku pusing. Oke, baiklah. Akan kuperbaiki sesuai yang kubisa dan kumengerti. Setelah kuperbaiki, kuatarkan lagi perbaikan itu kemudian. Lantas beberapa hari setelahnya aku datang lagi untuk melihat perkembangan hasil revisianku. Apakah akan ditandatangani, atau malah di revisi lagi. Tapi, bukan malah tanda tangan yang kudapat, malah kesedihan yang mampir.

Hari itu, aku mengalami sesuatu yang membuatku tak berhenti menangis. Prosposalku tidak ditandatangani oleh beliau, sementara semua proposal lain yang masuk ditandatangani. Alasannya karena aku tidak membawa lembar revisian dan proposal lama seminar. Padahal yang lain pun ada yang tidak membawa hal yang sama. Aku katakan padanya bahwa, kertas revisianku hilang di kantor jurusan ketika berkasku masuk ke dalam ruangan beliau kemarin. Tapi beliau tidak terima, malah menyuruhku mecari sampai dapat.

Sedih. Sedih sekali rasa kala itu.
Aku sedih karena semua proposal yang masuk ditandatangani, tapi kenapa punyaku tidak? Apa beliau dendam padaku? atau tak suka padaku?
Hari itu, aku menangis sejadi-jadinya. Sampai di kantor tempat kerjakupun aku tidak konsentrasi bekerja, sebab gejolak di dada terus menyesak. Kuputuskan untuk menenangkan diri di mushollah kantor, dan berdoa agar Allah memberiku petunjuk agar aku bisa kembali mendapatkan kertas revisianku yang hilang dan semoga dosenku itu diluluhkan hatinya.

Esok harinya,
Aku datang lagi ke kampus. Aku bertemu dengan seorang adik stambuk yang mengalami nasib yang sama denganku, tapo proposalnya sudah di ACC oleh dosenku itu.
"Kakak Sudah?"
"Belum, Dek. Entahlah ini kok lama kali."
"Lho, apa masalahnya, Kak?"
"Beliau minta kertas revisian waktu seminar. Yang selembar itu, Dek. Padahal kertas kakak itu hilang kemarin di ruangan beliau."
"Oh, waktu itu adalah, Kak kertas revisian terselip di proposal saya. Ntah punya kakaknya itu. Siapa nama kakak?"

Waktu itu, serasa ada sedikit angin segar dan cercah harap ketika si Adik memberi informasi demikian.

"Oh, iya dek? Lailan Syafira nama kakak. Tolong yah, Dek dicari. Kalau bisa cepat diinfokan lagi ke kakak yah. Soalnya kakak harus menjumpai beliau lagi segera."
"Iya, Kak. Nanti saya cari dulu dan lihat ya, Kak."
"Oke. Makasih ya, Dek."

Setelah perjumpaan dengan adik stambukku yang setelah kukenal bernama Isna, tak henti kurapal do'a agar bernarlah kiranya kertas revisian yang terselip di proposalnya itu adalah milikku.
Esok paginya, kukirimkan sms kepada Dik Isna itu.

Aslm. Gmn, dk? Ketemu? Punya kakak atau nggak?

Wslm. Iya, Kak. Ini punya kakak sama Isna.  Rumah Isna di Tembung. Kalau mau, ambil ke rumah yah, Kak. Tapi kalau kejauhan, besok aja kita jumpa di kampus.

Alhamdulillah.
Makasih yah, Dk. Tolong smskan alamat lengkap adk. Biar kk kesana hrni.

Hari itu juga, Aku langsung menuju daerah Tembung untuk mengambil kertas revisianku itu. Jarak dari rumah ke Tembung terbilang jauh. Dan sejujurnya, Aku tidak hapal betul daerah Tembung itu. Tapi Aku berdoa kepada Allah agar jangan sampai kesasar, dan alhamdulillah, tidak kesasar.

Usai menunaikan sholat dzuhur, saya pamit unduk kepada Isna dan kedua orang tuanya, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke kampus, dengan tujuan kembali menyerahkan proposal skripsi kepda dosen penguji saya itu. Sampai di kampus, ternyata berliau sedang membimbing mahasiswa bimbingan skripsinya. Lebih kurang satu jam saya menunggu. Waktu itu juga ada abang stambuk saya yang menunggu beliau di luar ruangan kelas.
Minggu, 11 Agustus 2013 0 komentar

...Hari ini dalam Ruang Qolbu..

Ada banyak hal yang ingin kutuliskan. Ada banyak hal yang ingin kubagikan kepada kalian. Entah mengapa, belakangan ini aku ingin selalu menuliskan apa saja yang kualami seharian di dalam hidupku. Aku ingin membagi hikmah dan menghibur kalian dengan tulisanku. Tapi, inilah aku. Betapa banyak ide berkelebat bebas di kepala. Sangkin banyaknya, aku ingin menuliskan semuanya. Ya, semuanya. Hingga akhirnya tak sepatah kata pun keluar dari ruang imaji.
Ah, payah yah aku ini.

Ini terjadi hari ini, Kawan. Di hari keempat lebaran. Entah otakku yang sedang semerawut, pikiran suntuk, atau karena efek kebanyakan makan kue lebaran (nggak nyambung -_-), tulisan yang hari ini aku tulis dan bagikan kepada beberapa dari kalian dalam catatan FB, tentang pengalaman silaturahimku kemarin ke Berandan, ketikannya berantakan, dan agak alay. Aku tahu, hasilnya jelek dan berantakan sekali. Dan aku yakin, pasti yang membacanya akan pusing.

Hemmm, sejujurnya, aku hanya sedang mencoba untuk membiasakan diri untuk tetap dan selalu menulis, walaupun otak dan mood tidak sejalan dengan hasrat hati. Sekali lagi aku mohon maaf kepada para pembaca dan penikmat tulisanku yang tentunya tak sempurna rupa, karena aku tidak mengedit dan kubiarkan tulisank yang hari ini kuposting berantakan.

Sesungguhnya, agar kalian tahu, maklum, dan tidak salah faham, Aku menuliskan catatan itu juga sedang dalam keadaan fikiran berantakan. Tapi aku paksakan agar ide dan kata-kata tetap keluar, karena kalau tak segera kutuliskan, aku takut aku akan lupa, dan kalau sudah lupa, alamat hilanglah ide dari peredaran inspirasi.

Maka sekali lagi kusampaikan maaf kepada kalian, Kawan. Karena sesungguhnya aku ini juga masih belajar. Dan kurasa, aku juga harus agak meredam ego dan emosi ketika hendak menuliskan sesuatu. Agar yang kutuliskan tidak berantakan seperti pikiranku yang berantakan.

Maafkan aku, Pembaca... Maafkan aku, Kawan-kawan...

*Ketika menuliskan ini, aku sedang mempersiapkan juga tulisan baru untuk kubagikan
0 komentar

CERITA SILATURAHIM KEMARIN…


        Seperti yang saya tuliskan kemarin di status FB saya, dua hari lebaran tidak ada kemana-mana, sekali keluar langsung jauh. Ya, hari ketiga lebaran saya putuskan untuk keluar dari peraduan (eeeeeeeeeeeeaaaakkkkkkkk…) tak enak juga rasanya di rumah, pikir saya. Satu malam sebelumnya, saya sudah mengabarkan seorang adik yang sudah lama sekali saya tidak berjumpa dengannya bahwa saya akan datang bersilaturahim ke rumahnya di hari ke tiga lebaran. Tapi, rencana hanya tinggal rencana. Hasrat hati untuk menjenguk kota yang dua tahun lalu saya pernah mengabdi di sana selama  lebih kurang 4 bulan untuk menjalankan tugas negera dari almamater saya, alias PPL. Ya… Kemarin saya menggembel sekalian silaturahim ke Berandan… Mau tau cerita saya selam seharian keliling-keliling silaturahim berikut pengalaman enak dan tak mengenakkan yang saya alami selama seharian kemarin..???? Oke.. lest cekidot…!

Kemarin pagi, tepatnya pukul 07.00, sebelum akhirnya saya menyelesaikan pekerjaan rumah saya di pagi hari, saya duduk di tempat tidu, dan berpikir, mau kemana saya hari ini? Entah kenapa, saya ingin sekali pergi ke berandan, silaturahim ke rumah sahabat-sahabat saya, sekaligus menuntaskan kerinduan saya kepada kota yang dua tahun lalu di sana telah saya ukir beberapa memori. Setelah sekian lama berpikir, saya langsung matapkan hati saya untuk pergi ke kota itu. Langsung saya sms salah seorang teman saya… Eh, yang d isms malah bilang, “Serius nih? Entar nggak jadi lagi..” Hemmm.. memang sehari sebelumnya saya bilang kalau saya mau main ke berandan, tapi nggak jadi pemirsa… karena waktu itu masih lebaran hari ke dua, dan saya tidak dapat izin dari ayah saya untuk pergi… alasannya karena jalanan masih macet… Hemmm.. okelah, ayah…saya paham… maka dari itu saya batalkan pergi ke berandan di hari ke dua lebaran. Mengapa di hari ketiga? Karena mengingat jadwal silaturahim lebaran saya di atas hari lebaran ke tiga sudah ada… dan juga mengingat hari senin ini saya sudah harus masuk kerja (walaupun sebenarnya hari senin besok dan selasa saya harus membolos karena agenda silaturahim  masih ada… hahahaha)

Oke… lanjut… (Tarik napas dulu yaaakkk… hehehhe) Lalu pagi itu cepat-cepatlah saya selesaikan seluruh pekerjaan rumah saya. Sebab kalau tidak berangkat sepagi mungkin, saya khawatir terjebak macet… maka  tepat pukul 08.00, saya sudah rapi, cantik, dan wangi (jangan ada yang gondok yaaakkk… hehhehehe) dengan baju motif bunga-bunga ungu, jilbab, dan rok serupa warna dengan bunga… Ehm, entah kenapa, saya merasa sesuatu sekali memakai rok baru saya ini… berasa anggun gimana… gitu…. (plaaaaaaaaakkkkkk…!! -_-) Melihat saya sudah rapi, ibu bertanya “Mau kemana, Ra?” Saya jawab “Mau jalan-jalan, Mak… Ke Berandan.” Sambil memulaskan bedak ke wajah dan menghadap cermin. “Kalau kau lah… Ckckckck.” Kata ibu saya sambil geleng-geleng sapi (hahahhahayy).  Setelah semuanya rapi dan ready, bismillah… saya langkahkan kaki ke luar rumah seraya pamit dengan ibu. Tujuan saya adalah jalan pinang baris, di mana di sana akan saya dapati mobil yang akan mengangkut saya ke Berandan.
Sesampainya di pinang baris, tidak perlu menunggu lama, saya langsung mendapatkan angkutan yang saya ingingkan. Ada dua angkutan sebenarnya yang bisa membawa saya ke Berandan. Satu namanya mobil TIMTAK, dan yang satu lagi namanya bus KPUB (sejenislah sama KUPJ). Sesampainya saya di dekat mobil itu, seorang abang telah membukakan pintu belakang. “Mau kemana, Mbak?” Tanyanya pada saya. “Ke Berandan Bang…” Jawab saya. “Oh… silakan masuk, Mbak. Mau duduk di mana..?? di depan dekat supir juga boleh. Duduk di depan aja, Mbak” Ceracau si abang kepada saya. Dan, Hemmm.. baiklah, saya penuhi perkataanmu, Bang… Si abang kemudian membukakan pintu depan untuk saya (Eeeekkkk.. berasa Cinderella saya… hahahhha…) Jadilah waktu itu saya duduk ACC, alias duduk di samping pak supir yang sedang bekerja mengendarai mobil supaya baik jalannya (ini kayak lagu apaaaaa gitu yaaaakkk…?? Hehehhehe…) Beberapa pedagang asongan pun menawarkan dagangannya pada saya… ada yang dagang aqua, telur puyuh, kue bolu, bika ambon… (Hemmm.. maaf yah, Bang Asong gue nggak beli dagangannya… :D) Setelah beberapa menit menunggu mobil penuh penumpang, akhirnya bus pun mulai membelah jalanan. Kemudian berhenti sejenak lagi di simpang Kp. Lalang (inilah yang membosankan bagi saya kalau naik angkutan beginian… -_-) Dalam penantian yang cukup membosankan itu, tiba-tiba ada sms masuk dari seorang teman di berandan yang sudah tau kalau saya mau datang. “Sudah berangkat Kau, Ra?”  Tanyanya. “Sudah. Tapi masih berhenti. Mobilnya belum jalan. Masih nunggu penumpang.” Jawab saya. Setelah beberapa menit menunggu, barulah mobil mulai bergerak membelah jalan. “Bismillah… Mobil sudah jalan.” Saya kirim lagi sms pada si kawan.
Kala itu, saya berharap tidak terjebak macet yang sungguh menyiksa jiwa raga. Dan Alhamdulillah, kemarin jalanan tidak terlalu macet ketika saya berangkat. Sepanjang perjalanan, mata saya sibuk memandangi pemandangan yang tersaji di depan mata. Kendaraan berseliweran, gedung-gedung, dan sawah tak luput lepas dari pandangan. Oia, pak supir yang membawa mobil juga sangat ramah kepada saya. Sangkin ramahnya, selama perjalanan dianya ngajakin saya ngobrol. Padahal saya hanya jawab dengan iya, senyum, dan tawa.. hehehhe…
Mobil pun terus melaju. Hingga akhirnya, sampailah saya di kota Tanjung Pura. Kalian tau Tanjung Pura? Tangjung pura adalah kota di mana seorang penyair beranama Amir Hamzah bermakam di sana, tepatnya di dekat masjid Azizi Tanjung Pura (Sekilas info sejarah… Mari lanjut…) “Aku sudah sampai di Tanjung.” Sms saya pada teman yang lain yang tinggal di Pangkalan Susu. “Yaudah, kau ke rumah aja dulu kalau begitu. Nanti sore kita sama-sama ke Berandan.” Kata teman saya itu. “Aku takut nggak sempat kalau ke rumahmu dulu. Aku mau nyeberang laut lagi nih ke perlis. Mau datangi yang lain lagi di Berandan.” Balas saya “Jadi gimana? Atau kau ke Perlis ajalah dulu. Nanti kita sama-sama ke Berandan.” Balas kawan saya kemudian (Oaaallaaaahh.. emang tadi saya bilang apa, Kawan..?? -_-)
“Mau turun di mana, dek” Tanya pak supir. “Simpang tangsi, Pak.” Sampailah saya akhirnya saya di kota berandan. Pak supir pun menurunkan saya di simpang tangsi. Saya masih bingung mau kemana duluan. Sebab sebelumnya, teman saya yang rumahnya di perlis, yang ke sana saya harus nyeberang laut naik sampan mengatakan kalau dirinya belum sampai di rumah, tapi ibunya ada. Lantas saya pastikan lagi kepadanya. Dia pun mengatakan, “Ya sudah, datanglah Kakak ke rumah.” Katanya. “Awas ya ntar kalau nggak ada di rumah.”
Setelah mendapat kepastian, saya stoplah betor. Tujuan saya adalah Lorga. Lorgan adalah salah satu sudut di kota berandan, yang di sana kita akan menemukan hamparan laut dan sampan-sampan yang akan menghantarkan kita menyeberang ke Kelantan dan Perlis. Seperti yang kita semua tau yah pemirsa… Kelantan dan Perlis adalah salah satu daerah di negara Malaysia… Tapi berandan juga punya Kelantan dan Perlis lho…!!! Dan kalian tau…?? Bahasa penduduknya juga sama dengan bahasa Malayasia… Bahasa Melayu… Jadilah kalau saya di sana, saya seperti berada di negaranya Upin Ipin.. ahhahahha…
                Turunlah saya dari betor. Saya langsung di sambut oleh seorang bapak pendayung sampan. “Mau kemana?” Tanyanya pada saya. “Lorong 4.” Saya jawab padanya. Itu berdasarkan petunjuk teman yang tinggal di perlis itu. Saya pun mengikutinya menuju sampan. Sesampainya di dekat tepian naik sampan, tiba-tiba mendadak saya gamang… Hello… pemirsa… saya sudah lama tidak naik beginian..!! sudah lama saya nggak ke Perlis dan naik sampan, pemirsa…!!! Kalau pun saya kemarin, saya pasti di pegangkan oleh temana saya, yang saya juluki dia pramugari sampan.hahahhah… Pernah juga sekali saya nekat sendirian naik sampan (tentunya sama bapak pengemudianya dunk… maksudnya nggak ada yang megangin saya yang takut dan gamang ini…) Itupun saya berani-beranikan dan modal nekat. Dan akhirnya apa…??? Akhirnya saya berani sampai sekarang naik sampan… Yeeeeeeeeeeeeeee……!!!!! :D
Di atas sampan, saya takjub melihat pemandangan laut. Saya punya feel dan kesan tersendiri terhadap laut. Kalau sudah lihat laut, perasaan saya selalu tenang dan damai. Di tambah lagi saya di atas sampan, rasanya saya pengen syuting video klip saja… (hahahhahaha…). Tak lama, sampanpun merapat. Tepat pukul 11.00 saya sampai di rumah teman saya itu. Hemmm… Alhamdulillah, pemirsa… saya sampai juga setelah menyeberang laut… (Alay yah, gan… hihihi). Nggak lama saya  di rumah teman saya itu. Lepas dzuhur, saya langsung pamit pulang kembali ke daratan berandan, sebab masih ada yang mau saya datangi di berandan. “Jemput aku di Lorgan.” Sms saya pada salah seorang teman yang rumahnya akan saya kunjungi kemudian. Ketika berada di atas sampan hendak ke daratan berandan, saya berbincang dengan bapak pendayung yang membawa sampan. Saya memang suka sekali berkomunikasi dengan orang berprofesi unik. Siapa tahu bisa dijadikan inspirasi untuk ide cerita… hehehehhe.. (dasar penuli… hahahhaha…) Ternyata si Bapak sudah 20 tahun berprofesi sebagai pendayung sampan… For thumbs up deh buat bapaknya yaaaakkk…!!! Kereeeennn…!! J
“Aku udah di Lorgan.” Sebuah sms masuk dari temanku. Aku hampir sampai merapat di tepian. Ketika kulihat seorang perempuan berpakaian warna kecoklatan duduk di atas motor matic hijau mudanya. Happpp…!!! Saya pun akhirnya sampai juga di daratan. Langsung saya samperin perumpuan itu yang tak lain adalah teman yang akan saya kunjungi kemudian. Melihat saya mengenakan pakaian bernuansa ungu, si kawan saya itu malah bilang “Kenapa kau pakai Ungu?” Katanya. “Yah, memang pakaian raya yang dibelikan mamakku yah ini. Kenapa? Nggak boleh?” Jawab saya. “Nggak. Nggak boleh!” Jawabnya setengah bercanda. Teman saya ini adalah pecinta ungu. Makanya dia kaget dan agak gimana gitu yah lihat saya yang notabenenya dia tau kemarin-kemarin nggak suka ungu, tiba-tiba pakai nuansa ungu. Entahlah, pemirsa… mungkin karena saya punya banyak teman penyuka ungu, saya jadi tertular virus pecinta ungu… hahahhahaha…
DI atas sepeda motornya… Kami tak berhenti saling melempar tawa… Ada satu hal yang melekat dan lucu menurut saya. Kemarin waktu di atas motor tiba-tiba saya nyeletuk bertanya “Kau pakai minyak wangi apa..?? Wangi kali..??” Kata saya. “Ah, apa iya? Aku pakai minyak wangi *****” “Ohh… Iyaa…. Wangi kali ni… Cak lah kau cium..” “Cemana pula bisa aku nyiumnya kalau lagi nyetir gini…?” “Ya kau menghadap ke belakang lah…” Hahhahahhhaha… dan sepanjang jalan ke rumahnya tak henti terus melempar canda dan tawa (padahal kalau ketemu di suatu tempat yang kami sama-sama ada di sana, cuek-cuekan… ahhahahha) Cerita-cerita masih berlanjut ketika saya sampai di rumah teman saya itu. Banyak hal yang kami ceritakan. Di rumahnya, saya disuguhi kue lebaran, kolang kaling hijau rasa melon, dan sirup merah rasa agar-agar. Di rumahnya juga saya menanti teman saya yang tinggal di pangkalan susu, teman saya PPL 2011 lalu. Katanya mau ikutan keliling silaturahim juga.

Maka setelah teman saya yang di pangkalan susu itu sampai, cerita dan canda tawa pun terus berlanjut (Yah.. namanya pun ngumpul.. kalau dah ngumpul pasti cerita dan ketawa-ketiwilah.. hehhe).
Teman saya yang di pangkalan susu itu curhat tentang suatu hal kepada kami. (Mengenai curhatnya apa, nggak usah dibahas di sini yah, pemirsa…hihihih). Okeh… dari rumah teman saya itu, kemudian silaturahim berlanjut ke rumah teman saya yang tinggal di desa Teluk Meku Berandan. Di sana kembali saling bertukar cerita, saling haha hihih haha hihi… dan tak terasa, waktu menunjukkan pukul 17.00, hari juga sudah mulai mendung. Kami pun pamit pada teman kami itu. Lalu perjalanan berlanjut ke warung bakso yang katanya terenak di Bedandang, Warung bakso Pandawa Lima namanya. Letaknya di simpang Pahlawan, dekat tugu Pahlawan Berandan. Makan… minum.. makan.. minum… cerita.. cerita… tak terasa waktu menunjukkan pukul 18.00wib. artinya apa??? Artinya saya harus segera pulang ke Medan. Ditemani teman saya, saya menunggu KPUB. Agak lama, Pemirsa… setelah sekian lama, akhirnya KPUB datang… saya langsung pamit pada temans saya itu. Sudah pasti saya akan sampai Medan malam hari.
Angkutan sudah padat penumpang rupanya. Saya duduk di dekat pintu. Di samping saya seorang kernet berdiri sambil seskali berseru “Medan… Medan… Medan..” (haadeeeehh.. ini abang kalau ikut kontes nyanyi, pasti langsung eliminasi… suaranya cetar dan lengking bangettt cuuuuuuuuyyy… pening kepala Aishwarya Rai dengarnya… -_-) Mobil pun terus melaju membelah jalan. Sore semakin merambat menghantar ke pada pekat malam. Semakin, mendekat malam, sia Abang kernet semakin bertingkah aneh. Biar saya bagikan cerita satu ini pada pemirsa. Supaya lebih hati-hati kalau bepergian naik angkutan umum semacam bis. Si abang kernet yang tadinya berdiri di dekat pintu kemudian duduk di samping kiri saya. Samping kanan saya ada abang dan kakak yang sepertinya pasangan kekasih (Abisnya mereka mesra banget gitu cuyyy… agak gimana sebenarnya gue lihatnya.. -_-) Lanjut ke si abang kernet. Di duduk di sebelah kanan saya. Perasaan saya mulai tak enak, cuy…!!! Hemmmm… si abang duduk sambil melipatkan tangannya… dan entah kenapa di agak merapat ke saya. Jujur, saya curiga sekali permirsa.. awalnya belum ada apa-apa ketika dia merapat… dan saya masih tenang-tenang saja. Tapi lama kelamaan, ntah iya ntah tidak, saya merasa perlahan tangannya jahil mau ambil kesempatan mencolek Maaf, paha saya… T_T Yaaaa ampun pemirsa… bayangkan… betapa bencinya saya melihat abang itu…!! rasanya ingin sekali saya menggamparnya. Sesekali dia kemudian berdiri sambil berseru layaknya seorang kernet. Kemudian duduk lagi di sebelah saya. Lalu perlahan saya merasa lagi tangannya…!! Haduuuuhhh..!!! arrrgggghhh…!!! Tiba-tiba dia bertanya pada saya “Tinggal di mana di Medan?” “Belakang kodam, Bang.” Hemmmm… kurang ajar nih abang…. Dia pikir gue cewek apaan… masak dah tertutup rapat gini masih aaaajjaaaaaaaaaaaa… >.<  Mobil pun terus melaju… langit semakin gelap pertanda malam akan datang. Si abang masih duduk dekat saya dan coba-coba curi kesempatan. Sampai akhirnya terlontarlah pertanyaan dari dirinya yang membuat dia mati kutu dan tak berani mendekat ketika saya menjawab pertanyaannya itu. Dia bertanya.. “Udah Merried..???” Dan kalian mau tahu pemirsa… untuk menyelamatkan diri saya dari tangan jahilnya, pikiran saya yang awalnya nyuruh saya dan memerintahnkan otak saya… dalam hati saya berkata “Gue kerjain juag loe…!!!” Saya beri jawaban yang mematikannya… saya katakana “Sudah, Bang! Saya sudah menikah!” And than pemirsa… mau tahu…???!!! Dianya langsung menjauh dan tak lagi merapat dan coba ambil kesemoatan pada saya… Langsung lah saya letakkan tas saya di samping kanan agar tak terjadi lagi yang tak diinginkan. Jadi pemirsa, memang kemana-mana itu amannya naik kendaraan pribadi memang… Heeeuuuhh… (Mampus loe…!! Nyahok.. nyahok deh loe dengar jawaban gue…!!)
Hemmmm… sesampainya di stabat, jalanan lumayan macet… jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Diperkirakan saya akan sampai Medan pukul 20.00. Mobil terus bergerak melaju. Agak-agak gimana gitu di dalam mobil, karena pak supir yang membawanya ngebut mengendarainya dan sesekali ngerem mendadak membuat badan penumpan di dalam terlempar-lempar. Seskali juga kemarin si Bapak supir hampir saja menabrak pengguna jalan yang lain (haadddeeeehhh… -_-)
Dan akhirnya pemirsa,… Pukul 20.30 saya sampai di simpang pinang baris… Saya langsung menyetop betor. Di perjalanan betor pulang ke rumah, saya berjanji… saya akan menuliskan apa yang saya alami hari ini… Hemmm.. inilah hasil jalan-jalan dan silaturahim saya kemarin pemirsa… Semoga pemirsa senang membacanya.. dan semoga ada hikmah yang bisa diambil…

Than.. last but not least… Silaturahim itu meyenangkan dan indah… dan hati-hatilah jika berpergian… oke Pemirsa… (Akhirnya selesai juga tulisan saya… Feeeuuuhhhh… -_-‘)

                                                               Medan 110813, Lebaran Ke Empat… Menyuntuk Di Kamar

 
;