Selasa, 07 Mei 2013 0 komentar

Blog Ruang Qolbuku...

Meninggalkan diary bertulis tangan sebagai teman berbagi,
Menggantinya dengan ruangan sederhana ini...
Ruangan sederhana berlatar senja, Sebab aku mencintamu, Nja...
Ruangan sederhana berlatar biru, sebab aku mencintaimu, biru...
Ruangan qolbu tempatku menumpahkan segalanya...
Menumpahkan segala hal yang menggedor-gedor sukma...
Menuliskan segenap hikmah...
Meletakkan cerita yang kualami dalam sehari di sini...
di ruang qolbu maya sederhana ini...
0 komentar

Sebatang Lelaki dalam Sebingkai Mimpi di Siang Hari

Ini tentang mimpi yang kualami siang hari kemarin...
Entah mengapa, tanpa permisi... mimpi ini hadir dalam tidur siangku.... dalam tidur siang... Ckckckkckc...

Sampai hari ini, aku masih tak mengerti dan masih terus meraba makna tersembunyi di dalam mimpi aneh dan misterius menurutku itu.. Entahlah.. entah dia bermakna, atau tidak sama sekali... yang jelas, aku merasa itu adalah mimpi teraneh yang pernah kualami... selain aneh karena kejadian yang ada di dalamnya, mimpi itu juga menjadi aneh buatku, karena datangnya di dalam tidur siangku...

Dalam mimpiku itu...
Aku dipertemukan dengan dia, sebatang lelaki...
Sebatang lelaki yang kusebut ia kekasih, yang telah mengisi hati dan kehidupan ini selama tiga tahun belakangan ini, namun empat bulan ini... sesuatu membuat hubungan itu mengambang dan tiada kepastian, hingga aku bingung juga jenuh... bahkan ingin mengakhiri... ya... sangat ingin mengakhiri...

Dalam mimpiku itu, aku sedang tidur di kamarku... Posisiku tidur di dalam mimpiku itu, sama seperti posisi tidur siangku kemarin...Kala itu, dia berdiri di sisi tempat tidur sambil memandangku yang tengah tertidur... lalu perlahan, dia hendak meraih tanganku... Ketika tangannya telah hampir sampai meraih tanganku, dia lantas ingin menarik tangannya mengurungkan keinginannya itu... Tapi, belum sempat dia menarik tangannya, masih dalam keadaan mata tertutup, aku katakan padanya,
"Kenapa tidak jadi? Kalau ingin dekat, ya mendekat saja... jangan ragu." Kemudian dia meraih tanganku... Ketika dia meraih tanganku itu, aku merasa seperti dia benar-benar menyentuh tanganku... bahkan ketika aku terbangun, dan dia memelukku, aku masih merasakan pelukan itu juga seperti nyata... aku benar-benar bisa merasakan tangannya dan pelukannya bukan seperti mimpi... seolah itu adalah dalam nyata... hingga aku menangis...ya... menangis...

Tapi anehnya, dalam mimpiku itu... Dia mengatakan bahwa yang bisa melihat dan menyentuhnya kala itu hanya aku... Namun ternyata tidak... Ternyata ayah dan ibuku bisa melihat dirinya... dia pun kebingungan... Ayah mengusirnya kemudian... Entahlah... mimpi itu begitu aneh... sangat aneh... Entah apa makna yang dibalik hadirnya, aku juga tak tahu... Atau ia hanya bunga tidur belaka...

Mungkin, jika ada orang lain di sampingku ketika aku tidur siang kemarin, orang itu mungkin akan tahu apa yang aku katakan dalam mimpi itu... Bahkan mungkin dia juga akan tahu aku menangis... sebab ketika aku terbangun dari mimpi itu, aku merasa dadaku sesak... kurasakan mataku basah... ya... basah....



Mimpi ini pertanda apa, Ya Robb...???
Hemmm... Entahlah....
Aku hanya berdo'a... semoga kau selalu melindunginya... kau selalu memberi kesehatan dan melimpahkan rezeki untuk sebatang lelaki itu... 
Semoga mimpiku ini bukan pertanda buruk baginya, Ya Robb...

Ya Robb...
Hilangkan keragu-raguan dalam hati ini...
Seperti pinta dalam tiap do'aku, jika dia memang bukan adam yang kau ciptakan untuk menjadi imam dan menyempurnakan rembulan separohku menjadi purnama, maka jauhkanlah dia Ya Robb... dan beri petunjuk bagiku... beri petunjuk bagiku untuk dapat memutuskan mana yang terbaik untukku, Ya Robb...

Tapi, jika memang dia...

Maka dekatkanlah kami dengan cara yang baik... dan segala hal yang baik...

**080513
Masih meraba makna mimpi itu...

0 komentar

Kepada Mr. 'S" Yang Belum Purna Kutunaikan Sampai Sekarang, Juga pada Ayah dan Bunda...

Selamat Malam, Sayang...

Bagaimana Kabarmu hari ini..?? Ah, mengapa pula kutanyakan ihwal kabarmu, padahal saban hari kita selalu bertemu dan bersijabat mata... bahkan berdialog dari malam, hingga dini hari...
Kau selalu membersamaiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau selalu memenuhi ruang hatiku selama dua tahun belakangan ini...
Kau...
Kau acap menyita pikiran dan menyesakkan dadaku jika aku teringat akanmu...

Sayang...
Maafkan aku yang lalai... kerdil.. dan terlalu banyak menelantarkan sahabat karib kita yang bernama waktu, hingga aku lama membiarkanmu terkulai tak berdaya, tanpa kusentuh barang sedikit pun...
Betapa tak punya hati aku ini yah...
Padahal aku yang punya kepentingan denganmu, tapi malah aku menelantarkanmu...
Maafkan aku, sayang...

Harusnya,
janji itu purna tahun kemari di bulan 10...
Harusnya lagi,
Janji itu purna di bulan mei ini...
Namun karena sesuatu bernama ketakutan yang tanpa permisi sesuka hati agaknya telah memasang jeruji besi di hati dan pikiranku, hingga aku tak mampu melepaskan diri dari jeruji itu...
Aku tak berdaya sayang...



Tapi sekarang...
Aku janji...
Aku tak akan menelantarkanmu lagi...
Aku berjanji, akan memperjuangkan hubungan kita akan segera resmi di bulan oktober tahun ini...
Aku janji.. kita akan bersanding di panggung itu bulang oktober tahun ini...
Sedikit lagi, Sayang..
Ya... sedikit lagi...
Aku takkan menyianyiakan dan membiarkanmu lagi...
Cukup sudah...

Kepada Ibu yang kucintai..
Kepada Ayah yang kusayangi...
Maafkan aku yang belum bisa memenuhi janji...
Maafkan aku yang masih ingkar dan belum dapat membahagiakan ayahanda dan ibunda...
Aku ini memang bukan anak yang baik dan berbakti...
Tapi aku akan terus berusaha...
dan aku akan menghadiahkan sesuatu itu segera kepada kalian...
dan menghadirkan sesungging senyum di bibir ayah dan bunda... beriring air mata bahagian, karena aku telah berhasil besanding dengan Mr. S ku itu... dan memperindah namaku dengan tambahan S.P.d..
Semoga...


Sayangku...
Skripsiku sayang...
Aku mencintaimu...
Semoga kita bisa bersanding dan meresmikan hubungan kita di bulan oktober ini... 




Sabtu, 04 Mei 2013 0 komentar

Seribu Kesalahan, Seribu Ampunan (kepada Tuhan)




Tuhan,
Bagaimana hendak ku katakan ampun padaMu
Untuk semua alpa yang ku perbuat
Sementara tiap detik, kembalik aku dibutakan nafsu dunia
                Tuhan,
                Dengan apa aku bermohon padaMu
                Agar kiranya Engkau kasihi aku yang berlumur dosa ini
                Padahal  beribu kesalahan terlah ku uraikan
Tuhan,
Kelak ketika pengadilan terakhir tiba,
Ketika  waktu berhenti berotasi pada porosnya
Aku tidak ingin jadi pendusta yang menghuni neraka
                Tapi tuhan,
                Aku tak berani masuk ke surga,
                Bahkan mencium baunya pun aku tak pantas
                Karena aku ini hamba yang multi dosa
Namun Tuhan,
Satu yang selalu ku yakini,
Walau beribu kesalahan ku lakukan,
Seribu ampunan kan kau berikan
Selama belum tertutup pintu ampunMu
Tuhan, 

**RuangQolbu Lailatussaidah**

0 komentar

Tentang Sahabat Kecilku...

Tulisan ini pernah kuposting di blog yang satu lagi, yang sudah lama kutinggalkan...
Tapi aku ingin memostingnya lagi di rumah baru kita, Nja...

Kali ini... Tentang Manda..., Sahabat kecilku... yang kini sudah tenang di alam sana...

DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra,
Sahabat kecilku yang selalu mengisi hari-hariku. Aku kenal dia sejak duduk di bangku sekolah dasar. Aku selalu bermain bersama dan tertawa bersamaya. Manda, itulah panggilan akrabnya. Dia sahabat yang selalu mengatakan bahwa aku adalah orang yang pelit. Namun setiap dia berkata begitu, aku hanya tersenyum sambil mengatakan, “Aku nggak pelit, cuma malas ngasih aja”. Manda sering datang ke rumahku, begitu pula aku sering main ke rumah Manda. Jarak rumah kami trebilang dekat. Ayah, kakak, adik, dan abang Manda sudah sangat mengenal aku dekat. Begitu Pula keluargaku [un telah mengenal dekat Manda sahabatku. Aku dan dia selalu curhat ketika bertemu. hmm, Laki-laki dan pacar… itulah topik utamanya…

Dia Sahabatku,
Waktu mengajakku menjadi seorang akhwat. saat itulah aku dan dia tidak terlalu akrab. Dunia kami sudah berbeda, dia dengan kemoderanannya, sedang aku dengan segudang aktivitasku sebagai aktivis dakwah. Walau begitu, setiap bersepapasan di jalan, kami saling tersenyum dan bertegur sapa.

Dia sahabatku,
Dua kali lebaran aku tidak berkunjung ke rumahnya. Ah, maafkan aku kawan. bukan tak hendak aku datang, tapi ada segan dalam hatiku, juga canggung karena kita sudah lama tak bersimukaan secara dekat…

Dia sahabatku,
Senang hatiku mendengar berita bahwa dia akan menikah. akhirnya dia temukan pangeran impiannya itu. Bertunanganlah ia. Bahkan sampai dia bertunangan pun aku tak mengahdirinya…
tapi, biarlah rasa senang dan doa ku kirimkan lewat semilir rindu…

Dia Sahabatku,
13 November itu.. saat aku sedang latihan musikalisasi puisi,
Ibu menelponku dan mengatakan sebuah kabar duka padaku…
kabar duka yang bagai petir di siang bolong…
“Ira, Manda Meninggal…”
Hendak jatuh handphoneku saat itu…
Alloh, ingin rasanya aku segera pulang dan datang ke rumah duka
tapi apalah daya, aku tak bisa…

Undangan sudah di cetak, tempat tidur sudah di antar, semua perangkat telah di persiapkan, pakaian juga sudah selesai dijahit…
tapi rencana tinggal rencana…
26 Desember akhirnya hanya tinggal kenangan…

Pangeranmu itu, Manda…
Betapa setia dia mendampingimu disebelahmu,
sambil sesekali dia terisak, kemudian menatap dan mengusap lembut kepalamu…
sesekali disekanya air matanya…
lalu dilantunkannya ayat Alloh…

DIA SAHABATKU…
Namanya Amanda Zahra…
Alloh, berikan dia tempat yang paling nyaman di sisimu…

(teruntuk sahabatku, Amanda Zahra
22 Juli 2010, Wafat 13 Desember 2010, dua minggu sebelum kau menuju pelaminan…

0 komentar

Tentang Perempuan Tangguh, Malaikat Hidupku...



Ibu saya bernama Masyitah Pasaribu. Beliau lahir di kota Sibolga pada tanggal 2 November 1969. Tanggal ulang tahun ibu sama seperti salah satu aktor film India idola saya yaitu Shahrukh Khan. Sejatinya, marga pasaribu itu bukanlah marga asli ibu. Kalau saja kakek dari ibu tidak pernah mendapatakan penghargaan karena telah berjasa pada kota Sibolga, mungkin marga pasaribu itu takkan pernah melekat di belakang nama ibu. Sejatinya, marga ibu adalah Khan, sebab kakek dari ibu  adalah orang Pakistan asli. Makanya, kalau saya katakan pada teman-teman bahwa saya orang batak, tidak akan ada yang percaya. Sebab yang mereka percayai bahwa saya ini berdarah India, timur tengah, bahkan sempat ada yang mengatakan kalau saya ini orang Aceh. Saya tidak menyalahkan kalau mereka mengatakan saya demikian, sebab saya memang ada darah India dan Pakistan yang saya bawa dari ibu. Bagi saya, Ibu adalah segalanya. Kalau ada orang yang menanyakan pada saya ‘Siapa perempuan yang paling cantik di dunia ini?’ maka saya akan menjawab ‘Ibu saya!’.
            Tidak salah kalau saya mengatakan ibu saya adalah perempuan paling cantik sejagad. Saya akui, ibu memang cantik. Secantik aktris India legendaris Hema Malini, secantik wajah ratu Mumtaz Begum Delhavi, istri dari raja Syah Jehan yang karena cintanya pada ratu Mumtaz sampai mendirikan bangunan megah yang sampai saat ini kita kenal bernama Taj Mahal, dan kalau di bandingkan dengan aktris India favorit saya, Aishwarya Rai, ibu saya jauh lebih cantik. Jika Aishwaya adalah mantan Miss World 1994, maka ibu saya adalah ratu sejagad selamanya. Sejak beberapa tahun yang lalu, ibu berjualan di warung untuk membantu perekonomian keluarga kami. Usia saya saat itu masih lebih kurang delapan tahun. Ibu berjualan dari pagi hingga malam. Kalau pagi, biasanya ibu berjualan dari pukul 06.00 sampai pukul 11.00, setelah itu ibu istirahat dan kemudian buka lagi setelah ashar sampai menjelang maghrib, setelah maghrib buka lagi sampai pukul 21.30. Setelah berjualan di pagi hari, ibu pulang ke rumah, mencuci, dan memasak. Saya sebenarnya kasihan melihat ibu yang bekerja siang malam. Apalagi kalau ibu sering mengeluh badannya sakit-sakitan, dan tangannya pegal-pegal karena kebanyakan memarut kelapa setiap hari. Belum lagi mengurusi pembeli dengan beraneka ragam karakternya, mengurusi pembeli yang banyak hutangnya, dan memikirkan uang untuk belanja warung. Ibu saya adalah orang yang memiliki pribadi yang sangat saya idolakan. Ibu tidak seperti ibu-ibu kebanyakan yang selalu menggosip kesana kemari, seperti ibu-ibu yang sering belanja di warung kami. Kalaupun ada yang menggosip pada ibu, ibu hanya menanggapinya dengan biasa-biasa saja.
            Setelah memasuki usia empatpuluh, saya merasa ibu semakin tua semakin suka marah dan suka merepet. Terkadang saya merasa jengkel mendengar ibu marah-marah dan merepet. Tapi, walaupun begitu saya sangat menyayangi beliau. Ada satu bakat yang di turunkan ibu pada saya, yakni jago baca puisi dan pidato. Waktu masih di bangku sekolah dasar dan SMP dulu, ibu sering menjuarai lomba pidato, baca puisi, dan baca prosa se-Sibolga. Ibu pernah mencoba melamar jadi PNS di kantor DEPNAKER dan juga test kepegawaian di Kodam I/BB, tapi keduanya tidak lulus. Padahal sewaktu ikut test kepegawaian di Kodam itu, ibu tinggal mengikuti satu test lagi yaitu pantohir. Tapi lagi-lagi segalanya butuh uang. Tapi saya bersyukur ibu tidak jadi pegawai dan orang kantoran, sebab saya lebih suka ibu yang sekarang. Kalau ibu bekerja di kantor mana mungkin ada waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Yang paling membuat saya bangga dengan ibu adalah suaranya yang merdu saat membaca al-qur’an dengan menggunakan lagu. Ibu adalah salah satu qori’ah terbaik di kota Sibolga. Ibu sering juga menjuarai lomba MTQ se-Sibolga. Dulu sebelum sibuk berjualan, ibui selalu menyempatkan diri untuk mengaji sehabis shalat maghrib. Tapi sekarang, ibu bahkan sudah tidak pernah lagi mengaji. Pernah suatu hari saya katakana kalau saya rindu dengan alunan suara ibu yang indah saat mengaji, ibu menjawab ‘Sebenarnya ibu ingin sekali mengaji sehabis maghrib, tapi setiap hendak mengaji selalu saja waktunya tidak tepat, karena ibu harus menjaga warung’ kata ibu. Satu kesamaan antara saya dan ibu adalah sama-sama punya banyak piala. Satu hal yang sangat saya takutkan adalah, jika suatu saat Allah mengambil beliau dari saya. Kalau di Tanya ‘Siapa sumber kekuatan saya dalam menghadapi hidup ini?’ maka jawabannya adalah ‘Ibu saya!’.



0 komentar

Ketika Balita...



Masa balita adalah masa yang sulit bagi ibu untuk mengasuh saya. Betapa tidak, ketika balita saya sering sekali bertingkah nakal dan membuat ibu emosi dan marah. Ibu sering mengurung saya di kamar tidur dan kamar mandi karena jengkel melihat kenakalan saya. Layaknya seorang anak kecil, saya menangis, menjerit dan meronta-ronta sambil memukul-mukul pintu jika ibu mengurung saya. Setelah saya diam dan agak tenang barulah ibu mengeluarkan saya dari dalam kurungan.
Kenakalan saya tidak hanya sampai di situ saja. Saya pernah memasukkan sebutir gabus ke dalam hidung saya. Gabus itu sempat lama bersemayam di dalam hidung saya, sampai mengeluarkan bau busuk. Berbagai usaha telah di lakukan ayah dan ibu untuk mengeluarkan gabus itu dari dalam hidung saya, sampai-sampai mereka membawa saya ke dokter spesialis THT. Dokter mengatakan untuk mengeluarkan gabus yang telah membusuk itu hidung saya harus di operasi. Tetapi, ayah tidak mau kalau saya harus di operasi. Akhirnya, pada malam itu, terjadilah peistiwa yang tidak pernah di sangka dan tidak pernah di duga. Ayah mengambil sebatang kawat, kemudian membengkokkannya dan menyuruh saya berbaring di tempat tidur. Dan…, ayah lalu mencungkil hidung saya dengan kawat tersebut. Saya menjerit kesakitan. Subhanallah, ternyata aksi nekat ayah itu membuahkan hasil. Gabus busuk itu berhasil di keluarkan dari hidung saya. Ternyata operasi bukanlah jalan keluar satu-satunya. Ayah memang hebat.
Ibu bilang walaupun nakal saya juga pintar. Proses tumbuh kembang saya juga relativ cepat. Saya sudah bisa berjalan sejak usia 1 tahun. Memasuki usia 3 tahun, saya sudah mampu berhitung angka 1 sampai 10  dalam bahasa Indonesia bahasa Inggris serta menyebutkan huruf-huruf abjad.



2 komentar

Bayi Itu Bernama Lailan Syafira



Beberapa tahun silam, tepatnya hari Minggu 25 Maret tahun 1990 pukul 01.30 wib, di sebuah rumah di Jalan Pulo Rembang, kelurahan Pasar Belakang kota Sibolga, tangis seorang bayi perempuan pecah di sambut bahagia oleh kedua orang tua dan seluruh keluarganya. Bayi perempuan itu terlahir dengan berat 55 Kg dan panjang 3,5 cm, melalui proses persalinan normal dengan bantuan bidan dari BKIA Raso Sibolga. Bayi itu adalah saya…, Lailan Syafira. Saat ibu mengandung saya, ibu mengatakan kalau beliau sempat muntah darah dan kerap kali sakit-sakitan. Apalagi saat melahirkan saya ke dunia ini, ibu juga mengatakan banyak sekali darah yang beliau keluarkan demi berjuang mengeluarkan saya agar saya dapat menatap dunia ini. Cerita-cerita ibu inilah yang membuat saya sangat menyayangi ibu dan berjanji takkan pernah menyakiti hatinya.
Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang terdiri atas dua orang perempuan dan satu orang laki-laki. Jarak umur antara saya dan adik-adik cukup jauh. Saya dan adik yang kedua berjarak empat tahun, sedangkan dengan adik yang ketiga berjarak sembilan tahun. Cukup jauh bukan? Saya pernah menanyakan kepada kedua orang tua saya mengapa mereka memberi saya nama Lailan Syafira. Mengapa saya tidak di beri nama yang mengandung nama kedua orang tua saya seperti nama kedua adik saya yang membawa nama ayah dan ibu di dalam namanya. Karena hal itu saya sempat berpikir kalau saya ini bukan anak kandung ayah dan ibu. Tapi, ketika mendengar jawaban ibu dan ayah saat itu, saya jadi lega dan bersyukur ternyata dugaan saya itu salah. Nama Lailan Syafira itu di peroleh kedua orang tua saya dari nama seorang murid perempuan ayah di SMP Panca Budi. Lailan Syafira berarti musyafir malam atau perjalanan malam. 
Sebenarnya, ada empat nama pilihan lagi yang akan di jadikan ayah sebagai nama saya waktu itu. Ini saya ketahui ketika saya membaca agenda ayah yang di dalamnya tertuliskan hari, tanggal, jam kelahiran saya beserta pilhan nama. Setelah di lakukan pertimbangan dan pemilihan yang benar-benar terbaik, maka terpilihlah sebuah nama yaitu Lailan Syafira.


 
;