Senin, 12 Agustus 2013

Menanak Kesabaran Untuk Segores Tanda Tangan #3 (END)

Esok harinya,
Pukul 07.30 aku sudah berangkat dari rumah. Takut terlambat. Karena katanya, hari ini ada seminar di kampus, dan beliau menjanjikan bimbingan pukul 08.30. Begitu informasi yang saya dapatkan dari asisten beliau.

Sesampainya di kampus,
Aku kaget. Kampus masih lengang. Jurusan masih sunyi. Pintu-pintu masih terkunci. Dalam hati aku berkata, 'Sudah jam segini, masih sunyi? Apa iya ada seminar kalau jam segini saja masih sunyi.'

Ditunggu, ditunggu, ditunggu
yang ditunggu tak kunjung datang. Semakin lama jurusan semakin rama oleh mahasiswa yang tak lain juga menunggu beliau. Berhadapan dengan beliau memang butuh kesabaran ekstra. Itupun belum tentu dilayani dan dapat tandatangan. Padahal banyak mahasiswa yang menunggu beliau, termasuk aku tentunya. Kelewat letih menunggu, kuputuskan untuk masuk dan duduk di ruangan kelas. Ada beberapa teman juga yang menunggu di kelas waktu itu, sambil selonjor kaki atau setengah tidur. Rasa kantuk pun seketika menyergap mataku. Yang ditunggu sedari tadi masih belum muncul juga. Kuputuskan untuk berselonjor kaki di kursi, meletakan kepala di tangan kursi, dan ya, tau sendiri setelahnya apa yang terjadi. Hampir setengah jam aku tertidur, dan bangun ketika seorang kakak stambuk mengguncang kakiku.

"Dek, sudah datang beliau."

Setengah malas kubuka mata, dan menggeliat meluruskan badan dan kaki. Tepat pukul 10.00 beliau baru hadir. Itu pun tidak langsung melayani. Tidak ada tanda-tanda mau melayani kami semua. Alasannya ada tamu. Lama sekali kami menunggu, tapi tak juga ada kepastian.

Pagi merambat siang. Eh, beliaunya mau sholat dulu katanya. Oke ditunggu. Lantas, siang merambat sore. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Barulah beliau memanggil kami satu per satu. Tiba-tiba jantungku berdetakn kencang sekali. Harap-harap cemas agaknya. Aku tak henti berdoa dalam hati kala itu. Sampai akhirnya tibalah giliran namaku yang dipanggil oleh sang asisten. Aku pun masuk ke dalam ruangan beliau kemudian.

Di dalam ruangan beliau, jantungku terus berdegup. Semakin keras, hingga kakiku gemetaran, tanganku berkeringat. Aku pun duduk di kursi tepat di samping beliau. Beliau membolak-balik halaman proposalku. Jantungku makin tak karuan degupnya.

"Halaman 11. Sudah diperbaiki ini, Lailan?"  Tanya beliau kemudian. Kujawab lalu dengan anggukan. Melihatku hanya mengangguk, beliau lantas berkata.

"Jangan ngangguk aja! Iya, jawab iya!" Tanyanya lagi, sehingga membuatku sedikit terlunjak kaget.
"Ssssssuuddaaahhh, Bu." Jawabku tergagap.

Lantas, apa yang terjadi kemudian???
Beliau membalik lembar proposalku, dan Ya... Beliau menggoreskan sebuah tanda tangan di lembar pengesahan revisian propsalku. Degup jantung berganti dengan gemetar di dada. Gemetar karena bahagia.
Senang, senang sekali rasanya. Sera seperti dalam mimpi. Kucubit lenganku, ternyata memang bukan mimpi. Ini nyata! Ya, nyata! Bahka aku merasa seperti tidak menginjak bumi waktu itu. Rasanya seperti melayang dan merasa tubuh ini ringan sekali.

Akhirnya, penantian, kesabaran, dan doaku selama ini diijabah oleh Allah. 3 bulan yang berat dan menyakitkan akhirnya berbuah manis juga. Memang benarlah kiranya, bulan ramadhan adalah bulan penuh kebarkahan bagi seluruh ummat, termasuk buatku.

Tak hentinya kuucapkan syukur kepada Allah waktu itu. Keluar dari ruangannya, langsung kudatangi temanku. Aku melompat kegirangan dan senangnya bukan main. Begitu juga temanku itu.Teman seperjuangan yang juga lebih dulu ditandatangani proposalnya oleh beliau tapi sebelumnya merasakan pahit yang sama denganku.  Aku langsung meng-sms ibu memberitahu kabar bahagia itu. Alhamdulillah...

Hemmm,
Ada satu hal yang kuherankan hari itu, dosenku yang biasanya berdandan dengan polesan bedak dan pulasan lipstick di bibir, hari itu tak ada pulasan lipstick di bibir beliau. Mungkin saja karena puasa.

 Terima kasih yah, Bu dosen karena sudah menandatangani proposal saya. Maaf  kalau selama ini saya suka suuduzhon dengan ibu. Semoga Allah senantiasa melembutkan hati ibu dan memberi ibu kesehatan. Amiiinnn. ^_^

Dan karena berkah ramadhan, kekuatan do'a, dan kesabaran yang kutanak selama tiga bulan ini, akhirnya Allah memberikan bahagia itu kepadaku. Kesusahan itu pasti akan bisa terlewati, dan aku yakin itu. Dan Allah itu tak tidur. Dia melihat usaha dan mendengar doaku. Berkat kesungguhan dan tawakkal jugalah, akhirnya Allah menggerakkan tangan dan membukakan hati dosenku itu, hingga akhirnya proposalku di SAH kan juga, untuk akhirnya menjalani penelitian.

Dan kuharap,
Semoga setelah ini, kemudahan akan selalu, dan terus ada...
Semoga...


*Sabar itu pahit, tapi buahnya manis sekali....
Dan, percayalah pada kekuatan do'a, 
Ini kali ke dua aku merasakan betapa menakjubkannya sebuah do'a...

Medan, 130713

0 komentar:

Posting Komentar

 
;